UPAYA PEMERINTAH
MEMBODOHI MASYARAKAT DENGAN MELUNCURKAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA
MASYARAKAT (BLSM)
KARYA TULIS INI DISUSUN UNTUK
MENGERJAKAN TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH PENGANTAR
ILMU EKONOMI

DOSEN PEMBIMBING :
JOKO TRI NUGRAHA, S.Sos,
M.Si.
Disusun Oleh :
KELOMPOK I
KRISTININGSIH (NIM . 131312164)
FIRMAN
PRIBADI
(NIM. 131312178
)
BUDIYANTO (NIM. 131312166)
MULYANTO (NIM. 131312144 )
SUTRISNO (NIM. 131312149)
MAHASISWA
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM B FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
POLITIK
UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA ANGKATAN
2013/2014
UPAYA PEMERINTAH
MEMBODOHI MASYARAKAT DENGAN MELUNCURKAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA
MASYARAKAT (BLSM)
Kemiskinan, ternyata bukan sekedar sebuah kata benda
atau kata sifat. Kemiskinan telah hadir dalam realitas
kehidupan manusia dengan bentuk dan kondisi yang sangat
memprihatinkan. Kemiskinan telah menjadi sebuah persoalan kehidupan
manusia. Sebagai sebuah persoalan kehidupan manusia, maka kemiskinan telah
hadir juga dalam berbagai analisis dan kajian yang dilakukan oleh berbagai ilmu pengetahuan sebagai wujud nyata dari
upaya memberi jawab kepada persoalan kemiskinan. Bahkan tidak hanya
sebatas itu, kemiskinan juga telah hadir dalam sejumlah kebijakan baik oleh
elemen-elemen sosial masyarakat maupun pemerintah dalam menunjukkan kepedulian
bersama untuk menangani persoalan kemiskinan ini.
Di
Indonesia, upaya kepedulian terhadap persoalan kemiskinan, bahkan sudah
berlangsung sejak lama, baik pada jaman pemerintahan masa Orde Lama, masa Orde
Baru, maupun pada masa pemerintahan di era Reformasi ini. Untuk
menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan kemiskinan ini, pemerintahan
SBY-JK juga tidak mau ketinggalan.
Bukti
nyata dari kepedulian pemerintahan SBY-JK adalah terlihat pada program “Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat” yang selanjutnya ditulis BLSM. Hal mana
mulai terlaksana melalui ‘Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun
2005’, tentang “Bantuan Langsung Sementara Masyarakat kepada rumah tangga-rumah
tangga miskin di Indonesia”. Tujuan yang diharapkan melalui kebijakan
program ini adalah dapat menjawab persoalan kemiskinan di Indonesia, sebagai
akibat dari segenap perubahan yang telah terjadi, baik secara nasional maupun
global. Kebijakan seperti ini patut diberi apresiasi, sebab hal
ini juga dapat menjadi salah satu bentuk dari upaya menangani masalah
kemiskinan di Indonesia. Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) hanya untuk orang
miskin? , benarkah? Pertanyaan ini timbul ketika saya melihat berita
televisi dan juga langsung di kantor pos penyalur BLSM, dimana pada
kenyataannya penerima tidak seperti orang miskin atau kaum duafa. Jujur
saja, melihat kenyataan penerima BLSM sebagai salah satu dari kompensasi
kenaikan harga BBM, membuat pemahaman arti kata miskin tidak relevan lagi.
Bahkan hebatnya lagi kata miskin dalam kasus BLSM bukan hanya sekedar tidak
cocok lagi dengan kamus bahasa, tapi juga tidak cocok dengan semua
ajaran agama yang ada di indonesia baik itu agama
Islam,Katholik,Kristen,Hindu,Budha dan Konghuju
Singkronisasai Antara Miskin
dan BLSM
Pemahaman kata miskin
secara umum adalah orang tidak mampu dan hidupnya serba kekurangan, meskipun
dia itu sudah bekerja keras banting tulang. Nah, melihat beberapa calon
penerima BLSM secara langsung atau melalui berita, ternyata mereka banyak yang
memiliki hand phone, mengenakan perhiasan emas dan memiliki sepeda
motor, berpakaian bagus layaknya menghadiri sebuah perayaan atau undangan.
Tidak ada penerima BLSM berpakaian compang-camping seperti orang miskin! Apakah
mereka yang mengenakan emas, mengendarai sepeda motor dan berpakaian tidak
seperti orang miskin itu layak menerima BLSM?
Dari dua contoh diatas, jelas sekali penerima BLSM itu salah sasaran, karena pada kenyataanya penerima BLSM itu pada usia produktif dengan berbagai pernak-pernik perhiasan dan kendaraannya. Penerima BLSM itu pasti hanya mau uang BLSM, tapi tidak mau disebut miskin. Coba saja kita beri selembar uang seribu rupiah pada salah satu penerima yang sedang antri BLSM di kantor pos, pasti ribut! Bukankah mereka itu pantas diberi selembar ribuan, karena mereka dalam kategori miskin? Kalau itu terjadi, berarti sebenarnya mereka itu bukan orang miskin. Bagaimana perhitungan dan penilaiannya, hingga mereka disebut miskin dan berhak atas BLSM? Satu lagi yang mengerikan adalah, program kompensasi kenaikan BBM dengan BLSM adalah bukan memulihkan atau mengentaskan kemiskinan, tapi malah memiskinkan, membodohi dan membuat malas masyarakat untuk bekerja untuk menghidupi keluarga yang sebenarnya menjadi tanggung jawabnya.
Banyak juga para penerima BLSM itu orang berada/kaya dan memiliki beberapa usaha, bagi masyarakat yang terpelajar dan mengetahui pasti akan menolak BLSM. Kenyataan ini adalah gambaran ketidak beresan kerja program BLSM. Parahnya lagi data penerima BLSM hanya di ambil dari data Badan Pusat Statistik yang sudah kadaluwarsa , lalu apa lagi yang ingin dicapai dari program BLSM ini kecuali hanya untuk kepentingan politik semata. Kepentingan pencitraan dibalik bobroknya para petinggi politik akibat korupsi yang berkepanjangan, dan juga program BLSM selalu saja diluncurkan pada fase kenaikan BBM dan juga waktu dimana sebentar lagi akan diadakan pesta untuk para politikus, bukan pesta demokrasi rakyat seperti dahulu kala. Bila tujuan BLSM itu jelas dan baik, pasti penerima BLSM juga tepat sasaran dan tidak seperti saat ini. Jadi wajar sebagian masyarakat sadar dan berilmu menolak pemberian BLSM dan tidak mau disebut 'masyarakat sangat miskin" .
Akibat kekliruan penilaian dan pendataan banyak Ketua RT dan Ketua RW mengundurkan diri
Dari dua contoh diatas, jelas sekali penerima BLSM itu salah sasaran, karena pada kenyataanya penerima BLSM itu pada usia produktif dengan berbagai pernak-pernik perhiasan dan kendaraannya. Penerima BLSM itu pasti hanya mau uang BLSM, tapi tidak mau disebut miskin. Coba saja kita beri selembar uang seribu rupiah pada salah satu penerima yang sedang antri BLSM di kantor pos, pasti ribut! Bukankah mereka itu pantas diberi selembar ribuan, karena mereka dalam kategori miskin? Kalau itu terjadi, berarti sebenarnya mereka itu bukan orang miskin. Bagaimana perhitungan dan penilaiannya, hingga mereka disebut miskin dan berhak atas BLSM? Satu lagi yang mengerikan adalah, program kompensasi kenaikan BBM dengan BLSM adalah bukan memulihkan atau mengentaskan kemiskinan, tapi malah memiskinkan, membodohi dan membuat malas masyarakat untuk bekerja untuk menghidupi keluarga yang sebenarnya menjadi tanggung jawabnya.
Banyak juga para penerima BLSM itu orang berada/kaya dan memiliki beberapa usaha, bagi masyarakat yang terpelajar dan mengetahui pasti akan menolak BLSM. Kenyataan ini adalah gambaran ketidak beresan kerja program BLSM. Parahnya lagi data penerima BLSM hanya di ambil dari data Badan Pusat Statistik yang sudah kadaluwarsa , lalu apa lagi yang ingin dicapai dari program BLSM ini kecuali hanya untuk kepentingan politik semata. Kepentingan pencitraan dibalik bobroknya para petinggi politik akibat korupsi yang berkepanjangan, dan juga program BLSM selalu saja diluncurkan pada fase kenaikan BBM dan juga waktu dimana sebentar lagi akan diadakan pesta untuk para politikus, bukan pesta demokrasi rakyat seperti dahulu kala. Bila tujuan BLSM itu jelas dan baik, pasti penerima BLSM juga tepat sasaran dan tidak seperti saat ini. Jadi wajar sebagian masyarakat sadar dan berilmu menolak pemberian BLSM dan tidak mau disebut 'masyarakat sangat miskin" .
Akibat kekliruan penilaian dan pendataan banyak Ketua RT dan Ketua RW mengundurkan diri
Karena kekeliruan pada saat penilaian dan pendataan serta tidak
dilibatkanya para Pengurus RT dan Pengurus RW yang nota bene sebagai tangan
panjang pemerintah yang sebenarnaya mengetahui benar kondisi masyarakat pada
wilayahnya masing-masin, Intinya para pendata hanya mengambil sampel data di Badan
Pusat Statistik tahun-tahun lalu yang data base nya belum di Update/diperbarui.
Bagi Warga masyarakat yang tergolong miskin bila tidak mendapatkan BLSM mereka
selalu menyalahkan Ketua RT dan Ketua RW bahkan banyak Ketua RT dan Ketua RW mengundurkan
diri dan menyerahkan Stempel dari pada Diamuk Massa demi terhidar dari
intimidasi warga Mereka mengaku tidak tahan dengan tuduhan warga,
yang menyebut tidak akurat mendata
warga yang menerima BLSM di wilayahnya. Daripada keselamatan keluarganya
terancam, mereka memilih mundur sebagai ketua RT dan ketua RW. Sebenarnya semiskin-miskinnya rakyat di Indonesia,
mereka mampu bertahan hidup dan tidak merugikan siapapun, berbeda dengan orang
miskin yang berada di jajaran pelaku tindak korupsi. Nah, mereka itu bisa
dikatakan miskin total, selain miskin moral juga miskin harta. Para koruptor
sangat pantas menerima BLSM!.
Menurut pengamatan kami, BLSM itu sangat dibutuhkan oleh para jompo, yatim piatu atau anak-anak para korban bencana seperti bencana alam, seperti stunami Aceh atau di beberapa daerah lainnya, korban letusan gunung merapi 3 tahun lalu, atau anak-anak dari veteran yang gugur selagi tugas. Itu baru tepat diberi BLSM, bukan disawer mengatasnamakan kemanusiaan, dan bila ada yang mengatakan BLSM sebagai perhatian penguasa pada rakyat. Bohong itu! Bisa jadi BLSM itu hanya membodohi masyarakat dan membuat masyarakat malas bekerja hanya mengantungkan nasib kepada cairnya bantuan pemerintah, masyarakat yang menerima BLSM menerima penghasilan tambahan dan bagi mereka yang pemalas dan suka disebut sangat miskin tapi tidak miskin. Anak-anak yatim prajurit TNI yang gugur disaat tugas dan saat ini masih kecil atau masih sekolah itu perlu dibantu oleh program seperti BLSM, hingga mereka selesai pendidikannya. Itu hal wajar, karena orang tua mereka memberikan nyawanya demi negara ini dengan gratis.
Orang tua mereka menandatangani kontrak mati dengan negara, bahwa hidup dan jiwanya untuk negara kesatuan Republik Indoenesia, bukan tanda tangan palsu seperti anggota DPR-RI agar dapat jatah sidang. Mereka itu sangat pantas menerima program BLSM, bukan masyarkat pemalas dan berjiwa kerdil. Hidup ini keras dan harus dihadapi tanpa harus berbohong, tanpa harus merasa miskin, apalagi senang disebut sebagai rakyat miskin. Tidak malukah kita sebagai warga negara Indonesia, bila melihat Cristiano Ronaldo Pemain sepak bola asal klub Real Madrid menjadi bapak angkat dari seorang anak bernama Martunis korban bencana tsunami Aceh. Bukankah itu adalah tanggung jawab pemerintah sebagai orang tua tunggal negeri ini. Tentunya kita sangat malu mau ditutup dengan apa muka bangsa kita ini! Mereka itulah semestinya yang berhak menerima disamping beberapa masyarakat yang dalam perhitungan dan penilaiannya adalah benar-benar miskin, tidak seperti penilaian penerima BLSM saat ini.
Menurut pengamatan kami, BLSM itu sangat dibutuhkan oleh para jompo, yatim piatu atau anak-anak para korban bencana seperti bencana alam, seperti stunami Aceh atau di beberapa daerah lainnya, korban letusan gunung merapi 3 tahun lalu, atau anak-anak dari veteran yang gugur selagi tugas. Itu baru tepat diberi BLSM, bukan disawer mengatasnamakan kemanusiaan, dan bila ada yang mengatakan BLSM sebagai perhatian penguasa pada rakyat. Bohong itu! Bisa jadi BLSM itu hanya membodohi masyarakat dan membuat masyarakat malas bekerja hanya mengantungkan nasib kepada cairnya bantuan pemerintah, masyarakat yang menerima BLSM menerima penghasilan tambahan dan bagi mereka yang pemalas dan suka disebut sangat miskin tapi tidak miskin. Anak-anak yatim prajurit TNI yang gugur disaat tugas dan saat ini masih kecil atau masih sekolah itu perlu dibantu oleh program seperti BLSM, hingga mereka selesai pendidikannya. Itu hal wajar, karena orang tua mereka memberikan nyawanya demi negara ini dengan gratis.
Orang tua mereka menandatangani kontrak mati dengan negara, bahwa hidup dan jiwanya untuk negara kesatuan Republik Indoenesia, bukan tanda tangan palsu seperti anggota DPR-RI agar dapat jatah sidang. Mereka itu sangat pantas menerima program BLSM, bukan masyarkat pemalas dan berjiwa kerdil. Hidup ini keras dan harus dihadapi tanpa harus berbohong, tanpa harus merasa miskin, apalagi senang disebut sebagai rakyat miskin. Tidak malukah kita sebagai warga negara Indonesia, bila melihat Cristiano Ronaldo Pemain sepak bola asal klub Real Madrid menjadi bapak angkat dari seorang anak bernama Martunis korban bencana tsunami Aceh. Bukankah itu adalah tanggung jawab pemerintah sebagai orang tua tunggal negeri ini. Tentunya kita sangat malu mau ditutup dengan apa muka bangsa kita ini! Mereka itulah semestinya yang berhak menerima disamping beberapa masyarakat yang dalam perhitungan dan penilaiannya adalah benar-benar miskin, tidak seperti penilaian penerima BLSM saat ini.
Dengan di luncurkannya program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat ( BLSM
)oleh pemerintah tidak membuat
permasalahan
kemiskinan di Indonesia semakin berkurang tapi malah membuat permasalahan bertambah lagi hal ini
membuat masyarakat yang pada dasarnya malas malah semakin malas bekerja dan
hanya mengantungkan bantuan dari pemerintah dalam bentuk Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat ( BLSM) .Bagaimana solusinya ?
Ø Pemerintah membuat program
padat karya yang di tujukan kepada masyarakat luas yang kurang mampu supaya
mereka bisa berpikir bagaimana kita bisa bekerja dan tidak lagi mengantungkan
bantuan kepada pemerintah.
Ø Pemerintah memberi bekal
ketrampilan kepada masyarakat agar mereka mampu membuat karya atau kerajinan
yang bisa menghasilkan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ø
Masyarakat harus di berikan pengetahuan atau pembelajaran agar masyarakat
mempunyai skill atau ketrampilan yang berguna tidak hanya untuk diri sendiri
tetapi juga berguna kepada orang lain.
Ø
Pemerintah menghentikan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (
BLSM) dan dana tersebut bisa dipergunakan untuk kepentingan masyarakat contoh
mengadakan kursus,pelatihan-pelatihan dan memberikan bekal kepada masyarakat
untuk bisa mendirikan lapangan kerja sendiri guna menanggulangi pengangguran.
DAFTAR PUSTAKA
Banawiratma,J.B. “Berteologi
Sosial Lintas Ilmu; Kemiskinan Sebagai Tantangan Hidup Beriman”. Jogjakarta.
Kanisius, 1993.
“Dampak
Psikososial Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) Artikel diakses dari internet dengan alamat website
: http://www.sinar-harapan.co.id/203/makalah-essai/2007
pada hari Jum’at, 27 September 2013 Pkl. 22.00 WIB.
“Kebijakan
Fiskal Dalam Pembangunan Pro Rakyat”, Artikel diakses dari internet dengan alamat website : http://www.forumteologi.org/2836/blt-kemiskinan/2008
pada hari Jum’at, 27 September 2013 Pkl. 22.00 WIB.
No comments:
Post a Comment