DAN
FUNGSI PARTAI POLITIK DI INDONESIA
PADA ERA REFORMASI
DOSEN PENGANTAR ILMU
POLITIK :
OKTIVA
ANGGRAINI SIP.,MS.i


DI SUSUN OLEH :
MAHASISWA JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA :
FIRMAN PRIBADI
131312178
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA
2013/2014
FUNGSI PARTAI POLITIK DI
INDONESIA
ERA REFORMASI
PENDAHULUAN
Ketika para elit partai belakangan ini “heboh”
dengan melakukan ekspansi ke berbagai institusi negara, mereka melupakan hal
penting yang berkaitan dengan fungsi-fungsi partai yang mengakibatkan
melemahnya fungsi partai. Dimulai dari fungsi rekrutmen, saat ini banyak
partai politik melakukan cara instan dalam menentukan kader yang akan diusung
dalam pemilu padahal itu akan merusak proses kaderisasi internal partai. Proses perekutan ini dapat
merusak citra partai politik sebagai mesin yang menghasilkan calon pemimpin.
Saat pemilu 2009 tidak sedikit orang-orang popular dan mempunyai
banyak uang yang bukan lahir dari kaderisasi
partai politik yang memenuhi daftar caleg, sementara itu kader-kader
partai yang mengikuti proses secara serius dalam kerja-kerja politik
dalam partai malah hilang atau tidak masuk dalam daftar caleg. Ini terjadi karena
tujuan yang ada hanya untuk memenangkan posisi kekuasaan semata maka bukan menjadi hal yang aneh jika kinerja dewan legislative yang
terhormat semakin menurun dan tidak sesuai dengan
asprisai yang di harapkan oleh rakyat. Beberapa partai politik bahkan ada yang
menjaring calegnya melalui iklan penjaringan di media cetak nasional. Hal ini
menunjukan ketidaksiapan organisasi partai politik untuk menghasilkan
kader-kader melalui proses kaderisasi internal.
Kasus-kasus
ini ditemukan terutama pada partai politik baru yang didirikan hanya sekedar
memenuhi kuota komposisi caleg. Sementara itu, Partai
politik yang diharapkan bisa bertindak optimal dalam menjalankan perannya
sebagai intermediary, “penghubung” kepentingan “rakyat” terhadap negara hampir
tidak efektif lagi.
Selain itu juga mulai menampakkan
tanda-tanda pergeseran fungsinya. Partai yang seharusnya bisa membawa suara
rakyat kepada pemerintah berkuasa malahan bergeser fungsi menjadi suatu
kendaraan politik untuk menguntungkan diri pribadi atau pun kelompok nya serta
oligarkinya. Dengan begitunya partai politik tidak akan mampu mencapai tujuan
partai politik seperti yang dituangkan dalam pasal 10 Undang –Undang Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
FUNGSI PARTAI POLITIK
Seperti yang dijelaskan di atas, tujuan partai
politik di Indonesia sangat penting. Hal tersebut bisa di telaah kembali yang
menghasilkan penjelasan mengenai fungsi partai politik di Indonesia seperti
berikut :
a.
Sarana komunikasi
politik
Pada dasarnya tugas partai politik memberikan sarana penyaluran beragam
aspirasi masyarakat dan menekan terhadap hal yang masih simpang siur terhadap
pendapat masyarakat tersebut. Partai politik juga bertugas membantu sosialisasi
terhadap kebijakan pemerintah, sehingga akan terjadi arus informasi yang secara
timbal balik antara pemerintah dan masyarakat. Pada era modern ini pandangan
masyarakatnya
tentang politik yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang ataupun kelompok akan
hilang tanpa jejak apabila aspirasi maupun kehendak tersebut tidak ditampung
dan digabungkan dengan pendapat dan kehendap orang lain yang serupa. Preoses
ini dinamakan ”penggabungan kepentingan” (interest agregation) kemudian setelah
proses penggabungan, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam
bentuk yang teratur, proses ini dinamakan ”perumusan kepentingan” (interest
articulation). Seluruh kegiatan tersebut dilakukan oleh partai politik yang
selanjutnya merumuskannya sebagai usulan kebijaksanaan. Usul kebijaksanaan ini
kemudian dimasukkan ke dalam program partai untuk diperjuangkan dan disampaikan
kepeda pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum (public policy) sehingga
dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada
pemerintah melalui partai politik.
Begitulah
seharusnya fungsi komunikasi partai politik, akan tetapi kenyataan di lapangan berkata lain. Proses yang berjalan tidak seperti yang diharapkan dimana
ternyata sering terjadi kehendak dan keinginan masyarakat bertentangan dengan
suara yang disampaikan oleh partai politik. Hal ini lebih disebabkan oleh lobi-lobi
kepentingan politik antar partai politik dengan saling melakukan tawar-menawar
demi keuntungan segelintir elit politik dan dalam hal ini rakyatlah yang
menjadi korban. Masa-masa perebutan kursi jabatan tentunya telah menguras harta
dan tenaga, oleh karena itu ketika telah mendapat kursi kekuasaan, agenda
pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan modal politik.
b. Sebagai Sarana Rekruitmen Politik
Fungsi ini erat kaitannya dengan masalah seleksi kepeminpinan, baik
kepeminpinan internal maupun kepeminpinan nasional yang lebih luas. Untuk
kepentingan internalnya setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas,
karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai
kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader
yang baik, partai tidak akan sulit untuk menentukan pemimpinnya sendiri dan
mempunyai peluang yang besar untuk
mengajukan calon untuk masuk bursa kepeminpinan nasional yang sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia.
Rekrutmen juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang-orang
yang berkemampuan untuk ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan politik sebagai
anggota partai (political recruitment). Demikian ini kiranya partai politik
juga turut menyumbang dalam perluasan partisipasi politik dengan cara melalui
kontak pribadi, persuasi yang juga mencari dan mendidik orang-orang muda agar
menjadi kader yang ’siap pakai’ dan akan mengganti pimpinan yang lama
(selection of leadership). Lagi-lagi kemacetan dalam penerapan fungsi-fungsi
partai politik terjadi juga dalam tahap ini yang terlihat pada proses pemilihan
kepada daerah misalnya, partai politik seringkali tidak siap untuk mengajukan
kadernya untuk bertarung dalam pemilihan tersebut. Selain itu, suksesi untuk
mengganti elit-elit politik lama juga ternodai melihat kenyataan bahwa
penggantian kepemimpinan tidak sepenuhnya terjadi karena walaupun secara kasat
mata elit-elit politik lama sudah diganti dengan kader-kader muda akan tetapi
sebenarnya para elit lama ini masih tetap menancapkan kuku-kuku kekuasaannya
dengan menyetir setiap langkah yang diambil oleh elit-elit politik muda.
Sehingga segala tindakan dari partai politik tetap saja cenderung mengarah pada
tindakan politik seperti pada saat elit-elit politik lama itu masih secara utuh
berkuasa. Kemudian baru-baru ini muncul tren artis yang direkrut oleh partai
politik dengan dalih agar masyarakat tetap mencintai partai. Hal ini
menimbulkan pertanyaan, bukankah seharusnya jabatan-jabatan publik dipegang
oleh orang-orang yang benar-benar mengerti tentang politik sehingga ketika
memperoleh kursi jabatan tersebut dapat menggunakannya dengan baik sedangkan
tingkat pengetahuan politik dari artis-artis yang berkompetisi untuk
mendapatkan jabatan-jabatan tersebut itu seberapa besar?Tetap saja faktor utama
adalah partai politk sengaja melakukannya guna mendulang suara pemilih lebih
besar dengan menjual kepopuleran dari artis-artis tersebut yang notabene lebih
akrab dimata masyarakat daripada kader-kader partai politik.
c.
Media Sosialisasi dan
Pendidikan Politik
Hal ini merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik kepada
para anggota masyarakat. Melalui proses tersebut, para anggota masyarakat akan
memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung
dalam masyarakat tersebut. Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan
sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi
terhadap fenomena politik, yang umumnyaberlaku dalam masyarakat dimana ia
berada. Ia merupakan bagian dari proses yang menentukan sikap politik
seseorang.
Fungsi sosialisasi partai politik adalah upaya nenciptakan citra (image)
bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan dengan
tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan
umum. Karena itu partai harus memperoleh keuangan seluas mungkin dan partai
berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dalam
kepartaian. Partai
politik memainkan peranan sebagi sarana sosialisasi politik (instrument of
political socialization). Sosialisasi dan pendidikan politik mencakup proses
dimana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi
ke generasi berikutnya dan partai politik sebagai salah satu sarana sosialisasi
politik. Akan tetapi, ternyata fungsi ini sangat minim terjadi dan bahkan tidak
ada. Sebagai contoh, dalam tahapan kampanye partai politik masih berpikiran
kovensional dimana kampanye hanya dijadikan ajang unjuk kekuatan daripada
sarana untuk menyampaikan wacana politik dalam rangka melakukan pendidikan dan
sosialisasi politik bagi masyarakat umum. Kondisi ini menunjukkan adanya
kemacetan partai politik terkait dengan penerapan fungsi sosialisasi dan
pendidikan politik dan juga berakibat masih banyaknya masyarakat yang belum
paham bagaimana berperilaku berbangsa dan bernegara yang baik dan benar.
Fungsi
sosialisasi politik sebagai salah satu fungsi partai politik ini tentu
memiliki “target kongkrit” tertentu. Namun di sisi ini, dalam konteks Indonesia
persoalan yang cukup pelik adalah tentang perilaku pemilih yang masih
sangat “aneh”. Perilaku pemilih yang masih emosional dan tradisional ini tentu
akan menghasilkan lembaga-lembaga dan inprastruktur politik yang tradisional
pula. Sehingga sesungguhnya output dari sosialisasi politik itu harus dapat
memperbarui konstruksi perilaku politik masyarakat dalam memilih. Sosialisasi
politik yang dilakukan partai politik biasanya hanya pada saat menjelang pemilu
saja seharusnya dilakukan secara berkelanjutan agar kekhawatiran akan
terbentuknya lembaga politik yang “tradisional” terminimalisir.
d. Mengontrol Konflik
Partai politik berfungsi untuk mengatur dan
mengelola konflik yang muncul pada masyarakat sebagai suatu akibat adanya
dinamika demokrasi yang bisa muncul terhadap persaingan dan perbedaan pendapat
di masyarakat. Memahami bagaimana fungsi partai politik di Indonesia ini, akan
menyadari kita untuk bisa mengawasi agar setiap tatanan negara kita tetap
melaksanakan tugas dan fungsi secara semestinya. Dalam negara yang heterogen
baik dari segi etnis (suku bangsa),budaya, sosial-ekonomi, maupun agama,
potensi pertentangan lebih besar dan dengan mudah mengundang konflik. Di sini
peran partai politik diperlukan untuk mengatasinya, atau sekurang-kurangnya
dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatif dapat ditekan seminimal
mungkin. Elit partai dapat menumbuhkan pengetian diantara mereka dan bersamaan
dengan itu juga meyakinkan pendukungnya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
partai politik dapat menjadi penghubung psikologis dan organisasional antara
warga negara dengan pemerintah yang berkuasa. Selain itu, partai juga melakukan
konsolidasi dan artikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang di
berbagai kelompok masyarakat. Partai juga merekrut orang-orang untuk
diikutsertakan dalam kontes pemilihan wakil-wakil rakyat dan menemukan
orang-orang yang cakap untuk menduduki posisi-posisi eksekutif. Pelaksanaan
fungsi ini dapat dijadikan instrumen untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan
partai politik di negara demokrasi. Sehingga akan muncul kader-kader yang
mempunyai sumber daya manusia yang tinggi supaya bisa mencakup beberapa aspek
serta bisa memberikan kebijakan baik dalam konflik internal dan konflik
ekternal partai.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2010.
Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Winarno. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Gramedia Utama
http://mediappr.wordpress.com
/fitriaanjarsaricivic
Standar /di akses tgl 16 Januari pukul 22.30 Wib
http://id.wikipedia.org// ReformasiPartai Politik di Era Reformasi pukul 19.25 Wib
http:// :// Blogging Indo/fungsi partai politik era reformasi diakses tgl 18 Januari 2014 pukul 21.30 Wib
http://mediappr.wordpress.com pengantar-dasar-partai-politik-dan-demokrasi/ diakses tgl 18 Januari 2014 pukul 21.55
Wib
KONDISI POLITIK PADA MASA ORDE BARU
DAN
FUNGSI PARTAI POLITIK DI INDONESIA
PADA ERA REFORMASI
DOSEN PENGANTAR ILMU
POLITIK :
OKTIVA
ANGGRAINI SIP.,MS.i


DI SUSUN OLEH :
MAHASISWA JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA :
FIRMAN PRIBADI
131312178
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA
2013/2014
FUNGSI PARTAI POLITIK DI
INDONESIA
ERA REFORMASI
PENDAHULUAN
Ketika para elit partai belakangan ini “heboh”
dengan melakukan ekspansi ke berbagai institusi negara, mereka melupakan hal
penting yang berkaitan dengan fungsi-fungsi partai yang mengakibatkan
melemahnya fungsi partai. Dimulai dari fungsi rekrutmen, saat ini banyak
partai politik melakukan cara instan dalam menentukan kader yang akan diusung
dalam pemilu padahal itu akan merusak proses kaderisasi internal partai. Proses perekutan ini dapat
merusak citra partai politik sebagai mesin yang menghasilkan calon pemimpin.
Saat pemilu 2009 tidak sedikit orang-orang popular dan mempunyai
banyak uang yang bukan lahir dari kaderisasi
partai politik yang memenuhi daftar caleg, sementara itu kader-kader
partai yang mengikuti proses secara serius dalam kerja-kerja politik
dalam partai malah hilang atau tidak masuk dalam daftar caleg. Ini terjadi karena
tujuan yang ada hanya untuk memenangkan posisi kekuasaan semata maka bukan menjadi hal yang aneh jika kinerja dewan legislative yang
terhormat semakin menurun dan tidak sesuai dengan
asprisai yang di harapkan oleh rakyat. Beberapa partai politik bahkan ada yang
menjaring calegnya melalui iklan penjaringan di media cetak nasional. Hal ini
menunjukan ketidaksiapan organisasi partai politik untuk menghasilkan
kader-kader melalui proses kaderisasi internal.
Kasus-kasus
ini ditemukan terutama pada partai politik baru yang didirikan hanya sekedar
memenuhi kuota komposisi caleg. Sementara itu, Partai
politik yang diharapkan bisa bertindak optimal dalam menjalankan perannya
sebagai intermediary, “penghubung” kepentingan “rakyat” terhadap negara hampir
tidak efektif lagi.
Selain itu juga mulai menampakkan
tanda-tanda pergeseran fungsinya. Partai yang seharusnya bisa membawa suara
rakyat kepada pemerintah berkuasa malahan bergeser fungsi menjadi suatu
kendaraan politik untuk menguntungkan diri pribadi atau pun kelompok nya serta
oligarkinya. Dengan begitunya partai politik tidak akan mampu mencapai tujuan
partai politik seperti yang dituangkan dalam pasal 10 Undang –Undang Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
FUNGSI PARTAI POLITIK
Seperti yang dijelaskan di atas, tujuan partai
politik di Indonesia sangat penting. Hal tersebut bisa di telaah kembali yang
menghasilkan penjelasan mengenai fungsi partai politik di Indonesia seperti
berikut :
a.
Sarana komunikasi
politik
Pada dasarnya tugas partai politik memberikan sarana penyaluran beragam
aspirasi masyarakat dan menekan terhadap hal yang masih simpang siur terhadap
pendapat masyarakat tersebut. Partai politik juga bertugas membantu sosialisasi
terhadap kebijakan pemerintah, sehingga akan terjadi arus informasi yang secara
timbal balik antara pemerintah dan masyarakat. Pada era modern ini pandangan
masyarakatnya
tentang politik yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang ataupun kelompok akan
hilang tanpa jejak apabila aspirasi maupun kehendak tersebut tidak ditampung
dan digabungkan dengan pendapat dan kehendap orang lain yang serupa. Preoses
ini dinamakan ”penggabungan kepentingan” (interest agregation) kemudian setelah
proses penggabungan, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam
bentuk yang teratur, proses ini dinamakan ”perumusan kepentingan” (interest
articulation). Seluruh kegiatan tersebut dilakukan oleh partai politik yang
selanjutnya merumuskannya sebagai usulan kebijaksanaan. Usul kebijaksanaan ini
kemudian dimasukkan ke dalam program partai untuk diperjuangkan dan disampaikan
kepeda pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum (public policy) sehingga
dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada
pemerintah melalui partai politik.
Begitulah
seharusnya fungsi komunikasi partai politik, akan tetapi kenyataan di lapangan berkata lain. Proses yang berjalan tidak seperti yang diharapkan dimana
ternyata sering terjadi kehendak dan keinginan masyarakat bertentangan dengan
suara yang disampaikan oleh partai politik. Hal ini lebih disebabkan oleh lobi-lobi
kepentingan politik antar partai politik dengan saling melakukan tawar-menawar
demi keuntungan segelintir elit politik dan dalam hal ini rakyatlah yang
menjadi korban. Masa-masa perebutan kursi jabatan tentunya telah menguras harta
dan tenaga, oleh karena itu ketika telah mendapat kursi kekuasaan, agenda
pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan modal politik.
b. Sebagai Sarana Rekruitmen Politik
Fungsi ini erat kaitannya dengan masalah seleksi kepeminpinan, baik
kepeminpinan internal maupun kepeminpinan nasional yang lebih luas. Untuk
kepentingan internalnya setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas,
karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai
kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader
yang baik, partai tidak akan sulit untuk menentukan pemimpinnya sendiri dan
mempunyai peluang yang besar untuk
mengajukan calon untuk masuk bursa kepeminpinan nasional yang sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia.
Rekrutmen juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang-orang
yang berkemampuan untuk ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan politik sebagai
anggota partai (political recruitment). Demikian ini kiranya partai politik
juga turut menyumbang dalam perluasan partisipasi politik dengan cara melalui
kontak pribadi, persuasi yang juga mencari dan mendidik orang-orang muda agar
menjadi kader yang ’siap pakai’ dan akan mengganti pimpinan yang lama
(selection of leadership). Lagi-lagi kemacetan dalam penerapan fungsi-fungsi
partai politik terjadi juga dalam tahap ini yang terlihat pada proses pemilihan
kepada daerah misalnya, partai politik seringkali tidak siap untuk mengajukan
kadernya untuk bertarung dalam pemilihan tersebut. Selain itu, suksesi untuk
mengganti elit-elit politik lama juga ternodai melihat kenyataan bahwa
penggantian kepemimpinan tidak sepenuhnya terjadi karena walaupun secara kasat
mata elit-elit politik lama sudah diganti dengan kader-kader muda akan tetapi
sebenarnya para elit lama ini masih tetap menancapkan kuku-kuku kekuasaannya
dengan menyetir setiap langkah yang diambil oleh elit-elit politik muda.
Sehingga segala tindakan dari partai politik tetap saja cenderung mengarah pada
tindakan politik seperti pada saat elit-elit politik lama itu masih secara utuh
berkuasa. Kemudian baru-baru ini muncul tren artis yang direkrut oleh partai
politik dengan dalih agar masyarakat tetap mencintai partai. Hal ini
menimbulkan pertanyaan, bukankah seharusnya jabatan-jabatan publik dipegang
oleh orang-orang yang benar-benar mengerti tentang politik sehingga ketika
memperoleh kursi jabatan tersebut dapat menggunakannya dengan baik sedangkan
tingkat pengetahuan politik dari artis-artis yang berkompetisi untuk
mendapatkan jabatan-jabatan tersebut itu seberapa besar?Tetap saja faktor utama
adalah partai politk sengaja melakukannya guna mendulang suara pemilih lebih
besar dengan menjual kepopuleran dari artis-artis tersebut yang notabene lebih
akrab dimata masyarakat daripada kader-kader partai politik.
c.
Media Sosialisasi dan
Pendidikan Politik
Hal ini merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik kepada
para anggota masyarakat. Melalui proses tersebut, para anggota masyarakat akan
memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung
dalam masyarakat tersebut. Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan
sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi
terhadap fenomena politik, yang umumnyaberlaku dalam masyarakat dimana ia
berada. Ia merupakan bagian dari proses yang menentukan sikap politik
seseorang.
Fungsi sosialisasi partai politik adalah upaya nenciptakan citra (image)
bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan dengan
tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan
umum. Karena itu partai harus memperoleh keuangan seluas mungkin dan partai
berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dalam
kepartaian. Partai
politik memainkan peranan sebagi sarana sosialisasi politik (instrument of
political socialization). Sosialisasi dan pendidikan politik mencakup proses
dimana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi
ke generasi berikutnya dan partai politik sebagai salah satu sarana sosialisasi
politik. Akan tetapi, ternyata fungsi ini sangat minim terjadi dan bahkan tidak
ada. Sebagai contoh, dalam tahapan kampanye partai politik masih berpikiran
kovensional dimana kampanye hanya dijadikan ajang unjuk kekuatan daripada
sarana untuk menyampaikan wacana politik dalam rangka melakukan pendidikan dan
sosialisasi politik bagi masyarakat umum. Kondisi ini menunjukkan adanya
kemacetan partai politik terkait dengan penerapan fungsi sosialisasi dan
pendidikan politik dan juga berakibat masih banyaknya masyarakat yang belum
paham bagaimana berperilaku berbangsa dan bernegara yang baik dan benar.
Fungsi
sosialisasi politik sebagai salah satu fungsi partai politik ini tentu
memiliki “target kongkrit” tertentu. Namun di sisi ini, dalam konteks Indonesia
persoalan yang cukup pelik adalah tentang perilaku pemilih yang masih
sangat “aneh”. Perilaku pemilih yang masih emosional dan tradisional ini tentu
akan menghasilkan lembaga-lembaga dan inprastruktur politik yang tradisional
pula. Sehingga sesungguhnya output dari sosialisasi politik itu harus dapat
memperbarui konstruksi perilaku politik masyarakat dalam memilih. Sosialisasi
politik yang dilakukan partai politik biasanya hanya pada saat menjelang pemilu
saja seharusnya dilakukan secara berkelanjutan agar kekhawatiran akan
terbentuknya lembaga politik yang “tradisional” terminimalisir.
d. Mengontrol Konflik
Partai politik berfungsi untuk mengatur dan
mengelola konflik yang muncul pada masyarakat sebagai suatu akibat adanya
dinamika demokrasi yang bisa muncul terhadap persaingan dan perbedaan pendapat
di masyarakat. Memahami bagaimana fungsi partai politik di Indonesia ini, akan
menyadari kita untuk bisa mengawasi agar setiap tatanan negara kita tetap
melaksanakan tugas dan fungsi secara semestinya. Dalam negara yang heterogen
baik dari segi etnis (suku bangsa),budaya, sosial-ekonomi, maupun agama,
potensi pertentangan lebih besar dan dengan mudah mengundang konflik. Di sini
peran partai politik diperlukan untuk mengatasinya, atau sekurang-kurangnya
dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatif dapat ditekan seminimal
mungkin. Elit partai dapat menumbuhkan pengetian diantara mereka dan bersamaan
dengan itu juga meyakinkan pendukungnya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
partai politik dapat menjadi penghubung psikologis dan organisasional antara
warga negara dengan pemerintah yang berkuasa. Selain itu, partai juga melakukan
konsolidasi dan artikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang di
berbagai kelompok masyarakat. Partai juga merekrut orang-orang untuk
diikutsertakan dalam kontes pemilihan wakil-wakil rakyat dan menemukan
orang-orang yang cakap untuk menduduki posisi-posisi eksekutif. Pelaksanaan
fungsi ini dapat dijadikan instrumen untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan
partai politik di negara demokrasi. Sehingga akan muncul kader-kader yang
mempunyai sumber daya manusia yang tinggi supaya bisa mencakup beberapa aspek
serta bisa memberikan kebijakan baik dalam konflik internal dan konflik
ekternal partai.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2010.
Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Winarno. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Gramedia Utama
http://mediappr.wordpress.com
/fitriaanjarsaricivic
Standar /di akses tgl 16 Januari pukul 22.30 Wib
http://id.wikipedia.org// ReformasiPartai Politik di Era Reformasi pukul 19.25 Wib
http:// :// Blogging Indo/fungsi partai politik era reformasi diakses tgl 18 Januari 2014 pukul 21.30 Wib
http://mediappr.wordpress.com pengantar-dasar-partai-politik-dan-demokrasi/ diakses tgl 18 Januari 2014 pukul 21.55
Wib
No comments:
Post a Comment