DAN
PARTISIPASI POLITIK
RESUM MODUL
DOSEN
PENGANTAR ILMU POLITIK :
OKTIVA ANGGRAINI SIP. MS.i

Disusun Oleh :
Firman Pribadi
131312178
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS
WIDYA MATARAM YOGYAKARTA
2013/2014
DEMOKRASI DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM NEGARA DAN
PARTISIPASI POLITIK
Secara etimologis, demokrasi
berasal dari bahasa yunani yaitu demos ( rakyat), dan kratos atau kratain
(kekuasaan). Jadi, demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau govermen of ruler
by tehe people. Sedangkan pengelompokan Demokrasai secara srderhana dapat di
bagi menjadi 2 (dua) aliran, Yaitu demokrasi kontitusional dan demokrasi
komunis. Perbedaan yang fundamental dari kedua aliran tersebut adalah bahwa
demokrasi kontitusional mencita-citakan suatu pemerintahan yang terbatas kekuasaanya
atau suatu negara hukum (rechtstaat) yang tunduk kepada aturan hukum (rule of
law), sedangkan demokrasi yang mendasarkan diri pada komunisme mencita-citakan
suatu pemerintahan yang tidak demokratis bahkan sering bersifat totaliter.
Meskipun secara konsep tentang
demokrasi dapat dapat di bagi menjadi dua aliran, namun sesungguhnya gagasan
yang di kemukakan pakar politik sungguh sangat banyak. Namun konsep tentang
demokrasi terdapat satu gagasan yang diambil yaitu bahwa demokrasai haruslah
mampu menciptakan keseimbangan dalam interaksi sosial politik,baik hubungan
antara pemerintah dan masyarakat, antara eksekutif dan legislatif atau antara
kepentungan sosial ekonomi dengan kepentingan politik. Dengan kata lain
demokrasi hendaknya mampu memujudkan esensinya sebagai bentuk pemerintah dalam
mengambil suatu keputusan yang penting ditentukan oleh suara terbanyak, bukan
suara atau kepentingan sepihak,Walaupun dalam prakteknya akan muncul kesenjangan
antara konsep ideal besarnya kesenjangan itu tergantung kepada tingkat
kematangan berpikir dan kualitas komitmen penyelengara negara serta kedewasaan
berdemokrasi masyarakat., Demokrasai bukanya terletak kepada upaya bagaimana
memberikan kebebasan sebesar-besarnya kepada rakyat, melainkan masalah upaya
membatasai kekuasaan yang dijalankan daan dipegang oleh pemerintah, Meriam
Budiardjo ( 1992 : 52 ) mengatakan bahwa gagasan pemerintah yang demokrasis
adalah pemerintah yang terbatas kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindak
sewenang-wenan terhadap warga negaranya, Ali Masykur Musa (1993) menyarankan
upaya dua arah dalam membangun tatanan demokrasi di suatu negara pertama, dari
arah struktur atas (pemerintah) perlu membersihkan polusi political enviroment,
kedua dari struktur bawah (masyarakat) perlu diupayakan kontinuitas pendidikan
politik secara kuatif agar budaya politik kian matang.
Kesepakatan umum mengenai
makna dan devinisi kekuasan di kembangkan dari rumusan Laswell dan Kaplan dalam
karya mereka yang berjudul Power and Socierty ( yale Up, 1950), Dalam kaitan
ini, Ossip Flechtheim dalam bukunya Fundamentals of Political Science memandang
kekuasaan sebagai suatu nilai yang melekat pada hubungan-hubungan sosial maupu
hubungan organisasi, Disamping kekuasaan sosial, dikenal pula konsep kekuasaan
politik yaitu kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah)baik
terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang
kekuasaan sendiri. Beberapa kekuasaan yang diungkapkan oleh para ahli politik ,
sebagai mana di invetantarisir oleh Budiarjo (1994 ; 92-94) antara lain sebagai
berikut :
1. Kekuasaan adalah kemampuan untuk dalam
hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan
dan apapun dasar kemauan ini ( Max Weber,Wirtschaft und Gesselschaft, 1992)
2. Kekuasaan adalah kemungkinan untuk
membatasai alternatif-alternatif bertindak dari seseorang atau suatu kelompok
sesuai dengan tujuan dari pihak pertama( Van Doorn, Sociologische Begrippen en
Problemen rond het Verschijnsel Macht, 1957)
3. Kekuasaan adalah kemampuan dari pelaku
untuk menetapkan secara mutlak mengubah (seluruh atau sebagian)
alternatif-alternatif bertindak atau memilih ,yang tersedia bagi pelaku-pelaku
lain ( Mokken, Power and Influence as politikcal Phenomena, 1976)
4. Kekuasaan adalah kemampuan untuk
menyebabkan kesatuan-kesatuan dalam suatu sitem organisasi kolektif
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang mengikat. Kewajiban dianggap sah sejauh
menyangkut tujuan-tujuan kolektif dan jika ada perlawanan maka pemaksaan
melalui saksi-saksi negatif dianggap wajar terlepas dari siapa yang
melaksanakan pemaksaan itu ( Talcott Parsons, The Distribution of Power in
America Society, 1957).
Khusus merupakan sumber-sumber
kekuasaan, hal ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah teori kedaulatan di
dunia yang menunjukkan suatu kenyataan bergesernya arah-arap paham-paham
kenegaraan dan masyarakat dari non demokratis kepada demokratis, dalam Ilmu
Negara muncul kedaulatan tuhan, ajaran yang sangat identik dengan teori
kedaulatan ada di tangan tuhan dan diturunkan kepada tuhan dengan wahyu ilahi.
Ajaran ini mengandung kelemahan ketika
raja turun tahta maka seketika itu ia bukan kepala negara lagi dan ia
kehilangan kewibawaandan kedaulatan. Ketiga ajaran tentang kedaulatan dapat
dilihat dari proses demokratisasi dalam arti selalu diupayakan menghilangkan
absolutisme dan memperhatikan kepentingan orang banyak, meskipun banyak gagasan
tentang pembatasan kekuasaan oleh hukum namun peran rakyat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi.
Pembatasan kekuasaan dan
pembagian kekuasaan jelas tidak dapat dipisahkan dari pemikiran Montesquieu (
Charles Louis de Secondat) mengemukakan dua gagasan pokok mengenai pemerintahan
yakni tentang pemisahan kekuasaan (Separation of power) dan gagasan tentang
hukum yakni membuat pemisahan tentang perbedaan secara tajam antara kekuasan
eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Pandangan inilah
kemudian di kenal dengan ajaran Trias Politika. Pembagian kekuasaan dalam suatu
negara menjadi tiga kelompok mutlak harus diadakan , dengan adanya pemisah
secara ketat akan dijamin adanya kebebasan dari masing-masing kekuatan. Montesquieu
menandaskan perlunya hukum sebagai salah satu instrumen negara atau pemerintah
demokrasi, dengan adanya hukum dan pemerintahan dapat melindungi warga
negaranya, sekaligus dapat menjamin adanya permainan kepentingan dalam lingkup
yang luas diantara mereka dan pemerintah.
Proses demokrasi dalam suatu
negara harus di tunjukan pada upaya pencerahan rakyat, rakyat harus di bangkitkan
kesadaran,kedewasaan serta wawasan atau pemahamannya terhadap realita politik
normatif dan politik empirik. Upaya ini dapat ditempuh melalui peningkatan
partisipasi evektif masyarakat,kontrol terhadap agenda publik, persamaan
kedudukan dalam pemilihan umum dan pengambilan keputusan. Salah satu perwujudan
dari negara demokrasi, salah satu pilar utamanya adalah kebebasan masyarakat
untuk menyalurkan aspirasi,pemikiran maupun kepentinganya. Munculnya wacana
partisipasi dalam terminologi politik konteporer, jelas tidak dapat dipisahkan
dari sejarah nasional yang dialami oleh bangsa-bangsa di dunia khususnya
negara-negara berkembang, Negara-negara berkembang merupakan negara bekas
jajahan sehingga masyarakatnya telah terkondisi dengan kehidupan politik yang
statis dan mandeg, Fenomena demikian terkait dengan tingkat keterlibatan
masyarakat yang sangat rendah dalam pembangunan, baik sejak tahap perencanaan,
pelaksanaan sampai pemanfaatannya.
Munculnya kebijakan baru untuk
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam kaitanya
dengan kebutuhan ,kehendak dan tuntutan untuk berpatisipasi masyarakat
melahirkan berbagai bentuk kekuatan yang berpotensi mendorong kemandirian.
Teoristik, Rauf (1990:6) mengutip pemikiran Eston, mengemukakan tiga penyebab
berkembangnya studi partisipasi politik .
1. Partisipasi politik adalah kewajiban setiap
warga negara dalam arti masyarakat tidak dirugikan oleh adanya keputusan
politik penguasa.
2. Adanya keperdulian para ilmuwan politik barat
terhadap pelaksanaan ide demokrasitidak saja di negara maju tetapi juga di
negara dunia ketiga.
3. Yang mendorong studi partisipasi politik adalah
keinginan para ilmuwan politik untuk menjadikan ilmu politik lebih ilmiah. Pada
bagian lain huntington (1994; 16-18) mengemukakan tentang bentuk partisipasi
politik secara lebih detil sebagi berikut:
1. Kegiatan pemilihan, yang merupakan
pemberian suara,sumbangan pada kampanye,bekerja dalam pemilihan umum,mencari
dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi
hasil proses pemilihan.
2. Lobbying, yang mencakup upaya-upaya
perorangan atau kelompok dalam menghubungi pejabat politik dengan maksud
mempengaruhi keputusan-keputusan mereka yang menyangkut orang banyak.
3. Kegiatan organisasi, menyangkut kegiatan partisipasisebagai
anggota suatu organisasi yang juga memiliki tujuan mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah.
4. Mencari koneksi (contatacting), yaitu
tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah untuk
memperoleh manfaat bagi hanya seseoranag atau segelintir orang.
5. Tindak kekerasan (violance), yaitu suatu
upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan
menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda.
Dalam kontek partisipasi
politik di Indonesia, bahwa tingkat partisipasi politik tinggi terjadi di masa
berlakunya demokrasi kontitusional, untuk merealisasikan hak berpartisipasi
bagi masyarakat,negara mengembangkat berbagai wadah mulai dari kelompok
kepentingan,ormas,partai politik dan lembaga perwakilan politik otonom dan
fungsional.Namut pada demokrasi terpimpin partisipasi masyarakat mulai di
kontrol dan diarahkan untuk kepentingan penguasa dan kepentingan pemerintah
atas nama kepentingan umum. Pada masa itu dilakukan pembatasan partai politik
denganjalan memberikan peran yang sama kepada militer, birokrat dan kekuasaan
masyarakat sipil mulai pembentukan golongan fungsional. Merngenai perwadahan
atau perlembagaan partisipasi politik masyarakat, tidak dapat dipisahkan dari
teori perwakilan politik. Perwakilan sendiri diartikan sebagai hubungan
diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakili dimana wakil memegang
kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan berkenaan dengan kesepakatan yang
di buatnya dengan terwakili.
Orientasi studi terhadap badan
legislatif ini berkembang menjadi 3 tahapan, yaitu orientasi kelembagaan
(institusional), proses (process), dan tingkah laku (behavior). Pendekatan
kelembagaan meninjau parlemen dari struktur dan fungsi utamanya. Sedangkan
pendekatan proses melihat obyek studi ini melalui proses pembuatan keputusan
sebagai fungsi utamanya. Adapun penelitian berdasarkan tingkah laku
memperhatikan sikap dan tingkah laku para anggota parlemen dalam menghasilkan
keputusannya.
Dengan mengetahui berbagai
aspek tentang partisipasi politik dab perwakilan politik, maka upaya-upaya untuk meningkatkan vitalitas
badan legislatif bersama profesionalisme anggotanya dapat tepat dan mengenai
sasaran.
No comments:
Post a Comment