Tuesday, 23 June 2015

PROGRAM BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA MASYARAKAT

UPAYA PEMERINTAH MEMBODOHI MASYARAKAT DENGAN MELUNCURKAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA MASYARAKAT (BLSM)

KARYA TULIS INI DISUSUN UNTUK MENGERJAKAN TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH  PENGANTAR ILMU EKONOMI











DOSEN PEMBIMBING :
JOKO TRI NUGRAHA, S.Sos, M.Si.

Disusun Oleh :
KELOMPOK  I
KRISTININGSIH (NIM . 131312164)
FIRMAN PRIBADI (NIM. 131312178 )
BUDIYANTO (NIM. 131312166)
MULYANTO (NIM. 131312144 )
SUTRISNO (NIM. 131312149)
MAHASISWA JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM B FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK                                    UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA                   ANGKATAN 2013/2014

 

 

 

 

UPAYA PEMERINTAH MEMBODOHI MASYARAKAT DENGAN MELUNCURKAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA MASYARAKAT (BLSM)

Kemiskinan, ternyata bukan sekedar sebuah kata benda atau kata sifat. Kemiskinan telah hadir dalam realitas kehidupan manusia dengan bentuk dan kondisi yang sangat memprihatinkan. Kemiskinan telah menjadi sebuah persoalan kehidupan manusia. Sebagai sebuah persoalan kehidupan manusia, maka kemiskinan telah hadir juga dalam berbagai analisis dan kajian yang dilakukan oleh berbagai  ilmu pengetahuan sebagai wujud nyata dari upaya memberi jawab kepada persoalan kemiskinan. Bahkan tidak hanya sebatas itu, kemiskinan juga telah hadir dalam sejumlah kebijakan baik oleh elemen-elemen sosial masyarakat maupun pemerintah dalam menunjukkan kepedulian bersama untuk menangani persoalan kemiskinan ini.

Di Indonesia, upaya kepedulian terhadap persoalan kemiskinan, bahkan sudah berlangsung sejak lama, baik pada jaman pemerintahan masa Orde Lama, masa Orde Baru, maupun pada masa pemerintahan di era Reformasi ini. Untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan kemiskinan ini, pemerintahan SBY-JK juga tidak mau ketinggalan. 

Bukti nyata dari kepedulian pemerintahan SBY-JK adalah terlihat pada program “Bantuan Langsung Sementara Masyarakat” yang selanjutnya ditulis BLSM. Hal mana mulai terlaksana melalui ‘Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2005’, tentang “Bantuan Langsung Sementara Masyarakat kepada rumah tangga-rumah tangga miskin di Indonesia”. Tujuan yang diharapkan melalui kebijakan program ini adalah dapat menjawab persoalan kemiskinan di Indonesia, sebagai akibat dari segenap perubahan yang telah terjadi, baik secara nasional maupun global. Kebijakan seperti ini patut diberi apresiasi, sebab hal ini juga dapat menjadi salah satu bentuk dari upaya menangani masalah kemiskinan di Indonesia. Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) hanya untuk orang miskin? , benarkah? Pertanyaan ini timbul ketika saya melihat berita televisi dan juga langsung di kantor pos penyalur BLSM, dimana pada kenyataannya penerima tidak seperti orang miskin atau kaum duafa. Jujur saja, melihat kenyataan penerima BLSM sebagai salah satu dari kompensasi kenaikan harga BBM, membuat pemahaman arti kata miskin tidak relevan lagi. Bahkan hebatnya lagi kata miskin dalam kasus BLSM bukan hanya sekedar tidak cocok lagi dengan kamus bahasa, tapi juga tidak cocok dengan semua ajaran agama yang ada di indonesia baik itu agama Islam,Katholik,Kristen,Hindu,Budha dan Konghuju

Singkronisasai Antara Miskin dan BLSM
Pemahaman kata miskin secara umum adalah orang tidak mampu dan hidupnya serba kekurangan, meskipun dia itu sudah bekerja keras banting tulang. Nah, melihat beberapa calon penerima BLSM secara langsung atau melalui berita, ternyata mereka banyak yang memiliki hand phone, mengenakan perhiasan emas dan memiliki sepeda motor, berpakaian bagus layaknya menghadiri sebuah perayaan atau undangan. Tidak ada penerima BLSM berpakaian compang-camping seperti orang miskin! Apakah mereka yang mengenakan emas, mengendarai sepeda motor dan berpakaian tidak seperti orang miskin itu layak menerima BLSM?
Dari dua contoh diatas, jelas sekali penerima BLSM itu salah sasaran, karena pada
kenyataanya penerima BLSM itu pada usia produktif dengan berbagai pernak-pernik perhiasan dan kendaraannya. Penerima BLSM itu pasti hanya mau uang BLSM, tapi tidak mau disebut miskin. Coba saja kita beri selembar uang seribu rupiah pada salah satu penerima yang sedang antri BLSM di kantor pos, pasti ribut! Bukankah mereka itu pantas diberi selembar ribuan, karena mereka dalam kategori miskin? Kalau itu terjadi, berarti sebenarnya mereka itu bukan orang miskin. Bagaimana perhitungan dan penilaiannya, hingga mereka disebut miskin dan berhak atas BLSM? Satu lagi yang mengerikan adalah, program kompensasi kenaikan BBM dengan BLSM adalah bukan memulihkan atau mengentaskan kemiskinan, tapi malah memiskinkan, membodohi dan membuat malas masyarakat untuk bekerja untuk menghidupi keluarga yang sebenarnya menjadi tanggung jawabnya.
Banyak juga para penerima BLSM itu orang berada/kaya dan memiliki beberapa usaha, bagi masyarakat yang terpelajar dan mengetahui pasti akan menolak BLSM. Kenyataan ini adalah gambaran ketidak beresan kerja program BLSM. Parahnya lagi data penerima BLSM hanya di ambil dari data Badan Pusat Statistik yang sudah kadaluwarsa , lalu apa lagi yang ingin dicapai dari program BLSM ini kecuali hanya untuk kepentingan politik semata. Kepentingan pencitraan dibalik bobroknya para petinggi politik akibat korupsi yang berkepanjangan, dan juga program BLSM selalu saja diluncurkan pada fase kenaikan BBM dan juga waktu dimana sebentar lagi akan diadakan pesta untuk para politikus, bukan pesta demokrasi rakyat seperti dahulu kala. Bila tujuan BLSM itu jelas dan baik, pasti penerima BLSM juga tepat sasaran dan tidak seperti saat ini. Jadi wajar sebagian masyarakat sadar dan berilmu menolak pemberian BLSM dan tidak mau disebut 'masyarakat sangat miskin"            .
Akibat kekliruan penilaian dan pendataan banyak Ketua RT dan Ketua RW mengundurkan diri


Karena kekeliruan pada saat penilaian dan pendataan serta tidak dilibatkanya para Pengurus RT dan Pengurus RW yang nota bene sebagai tangan panjang pemerintah yang sebenarnaya mengetahui benar kondisi masyarakat pada wilayahnya masing-masin, Intinya para pendata hanya mengambil sampel data di Badan Pusat Statistik tahun-tahun lalu yang data base nya belum di Update/diperbarui. Bagi Warga masyarakat yang tergolong miskin bila tidak mendapatkan BLSM mereka selalu menyalahkan Ketua RT dan Ketua RW bahkan banyak Ketua RT dan Ketua RW mengundurkan diri dan menyerahkan Stempel dari pada Diamuk Massa demi terhidar dari intimidasi warga Mereka mengaku tidak tahan dengan tuduhan warga, yang menyebut tidak akurat mendata warga yang menerima BLSM di wilayahnya. Daripada keselamatan keluarganya terancam, mereka memilih mundur sebagai ketua RT dan ketua RW. Sebenarnya  semiskin-miskinnya rakyat di Indonesia, mereka mampu bertahan hidup dan tidak merugikan siapapun, berbeda dengan orang miskin yang berada di jajaran pelaku tindak korupsi. Nah, mereka itu bisa dikatakan miskin total, selain miskin moral juga miskin harta. Para koruptor sangat pantas menerima BLSM!.

Menurut pengamatan kami, BLSM itu sangat dibutuhkan oleh para jompo, yatim piatu atau anak-anak para korban bencana seperti bencana alam, seperti stunami Aceh atau di beberapa daerah lainnya, korban letusan gunung merapi 3 tahun lalu, atau anak-anak dari veteran yang gugur selagi tugas. Itu baru tepat diberi BLSM, bukan disawer mengatasnamakan kemanusiaan, dan bila ada yang mengatakan BLSM sebagai perhatian penguasa pada rakyat. Bohong itu! Bisa jadi BLSM itu hanya membodohi masyarakat dan membuat masyarakat malas bekerja hanya mengantungkan nasib kepada cairnya bantuan pemerintah, masyarakat yang menerima BLSM menerima penghasilan tambahan dan bagi mereka yang pemalas dan suka disebut sangat miskin tapi tidak miskin. Anak-anak yatim prajurit TNI yang gugur disaat tugas dan saat ini masih kecil atau masih sekolah itu perlu dibantu oleh program seperti BLSM, hingga mereka selesai pendidikannya. Itu hal wajar, karena orang tua mereka memberikan nyawanya demi negara ini dengan gratis.

Orang tua mereka menandatangani kontrak mati dengan negara, bahwa hidup dan jiwanya untuk negara kesatuan Republik Indoenesia, bukan tanda tangan palsu seperti anggota DPR-RI agar dapat jatah sidang. Mereka itu sangat pantas menerima program BLSM, bukan masyarkat pemalas dan berjiwa kerdil. Hidup ini keras dan harus dihadapi tanpa harus berbohong, tanpa harus merasa miskin, apalagi senang disebut sebagai rakyat miskin. Tidak malukah kita sebagai warga negara Indonesia, bila melihat Cristiano Ronaldo Pemain sepak bola asal klub Real Madri
d menjadi bapak angkat dari seorang anak bernama Martunis korban bencana tsunami Aceh. Bukankah itu adalah tanggung jawab pemerintah sebagai orang tua tunggal negeri ini. Tentunya kita sangat malu mau ditutup dengan apa muka bangsa kita ini! Mereka itulah semestinya yang berhak menerima disamping beberapa masyarakat yang dalam perhitungan dan penilaiannya adalah benar-benar miskin, tidak seperti penilaian penerima BLSM saat ini.
Dengan di luncurkannya program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat ( BLSM )oleh  pemerintah tidak membuat permasalahan kemiskinan di Indonesia semakin berkurang tapi malah membuat permasalahan bertambah lagi hal ini membuat masyarakat yang pada dasarnya malas malah semakin malas bekerja dan hanya mengantungkan bantuan dari pemerintah dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat ( BLSM) .Bagaimana solusinya ?



Ø  Pemerintah membuat program padat karya yang di tujukan kepada masyarakat luas yang kurang mampu supaya mereka bisa berpikir bagaimana kita bisa bekerja dan tidak lagi mengantungkan bantuan kepada pemerintah.
Ø  Pemerintah memberi bekal ketrampilan kepada masyarakat agar mereka mampu membuat karya atau kerajinan yang bisa menghasilkan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ø  Masyarakat harus di berikan pengetahuan atau pembelajaran agar masyarakat mempunyai skill atau ketrampilan yang berguna tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga berguna kepada orang lain.
Ø  Pemerintah menghentikan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat ( BLSM) dan dana tersebut bisa dipergunakan untuk kepentingan masyarakat contoh mengadakan kursus,pelatihan-pelatihan dan memberikan bekal kepada masyarakat untuk bisa mendirikan lapangan kerja sendiri guna menanggulangi pengangguran.
DAFTAR PUSTAKA
Banawiratma,J.B. “Berteologi Sosial Lintas Ilmu; Kemiskinan Sebagai Tantangan Hidup Beriman”. Jogjakarta. Kanisius, 1993.
“Dampak Psikososial Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) Artikel diakses dari internet dengan alamat website : http://www.sinar-harapan.co.id/203/makalah-essai/2007 pada hari Jum’at, 27 September 2013 Pkl. 22.00 WIB.
“Kebijakan Fiskal Dalam Pembangunan Pro Rakyat”, Artikel diakses dari internet dengan alamat website : http://www.forumteologi.org/2836/blt-kemiskinan/2008 pada hari Jum’at, 27 September 2013 Pkl. 22.00 WIB.





























FILSAFAT BUDAYA MATARAM

UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGAM STUDI :  ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SOSIOLOGI
Terakreditasi B berdasarkan SK BAN-PT Nomor : 010/SK/BAN-PT/Ak-XV/S/I/2013
Alamat : Dalem Mangkubumen KT III/237 Yogyakarta 55132 Telp. (0274) 7112403, 374352 Fax. (0274)381722
 


JAWABAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL T.A. 2013/2014

Mata Kuliah                : Filsafat Budaya Mataram (AN) & Kebudayaan Matam (SOS)
Dosen                          : H. Heru Wahyukismoyo S.Sos. M.Si
Nama Mahasiswa        : Firman Pribadi
Nomor Mahasiswa      : 131312178               
Fakultas                       : Isipol
Jurusan                        : Administrasi Negara
Semester                      : Ganjil Tahun 2013 / 2014
 


1.    Maksud dari memberikan alternatif bagi dunia pendidikan di indonesia adalah :
       Universitas Widya Mataram diharapkan mampu menjadi universitas kehidupan yang berbasis Multi- kulturalisme, Humanisme dan Spriritualisme bagi bangsa Indonesia, Sehingga pada suatu saat nanti mampu melakukan tranfer of knowledge dari peradaban masa lalu untuk menjawab tantangan masa depan serta mampu melakukan enlightmen/pencerahan terhadap peradaban baru(globalisasi) yang serba maya,abstrak dan absurd (virtualis), Bahwa Sri Sultan Hamengku Buono adalah alumni Fakultas Indologi, Rijk Universiteit, Laiden yang melandasai pola berpikirnya dan sangat menyadari bahwa peradaban barat (demokrasi) dapat hidup bersanding dengan peradaban timur (budaya) secara harmonis tanpa harus kehilangan jati dirinya sebagai orang jawa. Dan diharapkan Mata Kuliah Budaya mataram ini agar dapat memenuhi harapan pendiri dan penerus kelangsungan proses belajar dan mengajar pada Universitas yang berbasis Budaya dengan Nama Universitas Widya Mataram yang harus memenuhi syarat-syarat ilmiah yang mencakup :
Obyek, Filsafah Budaya Mataram merupakan obyek pembahasan atau materi kuliah yang mengali kembali hasil cipta, rasa dan karsa (budi daya) manusia Indonesia/ Nusantara sebagai modal sosial (sosial capital) berupa pusaka budaya yang bersifat tangible maupun intangible untuk dapat diwariskan dari generasi ke generasi, Obyek atau materi Filsafat Budaya mataram adalah segala unsur-unsur nilai-nilai yang tercermin dalam kehidupan sosial budaya masyarakat indonesiabaik berupa nilai-nilai luhur , kepribadian, sifat, karakteer, pola-pola budaya, adat istiadat,norma sosial (intangible) maupun hasil budaya berupa badik, keris,wayang, gamelan,tari, sastra,kuriner, keroncong, maupun benda cagar budaya/kawasan cagar budaya.Methode, Filsafat Budaya mataram merupakan materi kuliah yang disajikan dibahas secara sistematis sebagai pendekatan guna mencari kebenaran secara ilmiah maupu secara akademis, Mengadopsi methide Analitiko-sitesis yang di gagas oleh Prof.dr. Notonegoro, mata kuliah Filsafat Budaya Mataram dapat dijadikan sebuah ilmu menmelalui cara menganalisis obyek/materi kemudian di sintesakan dan dirumuskan secara komprehensif sehingga dapat di jadikan pedoman kuliah. Sistematis, menurut IR Poerdjawijatna bahwa suatu ilmu harus mempunyai satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kesatuan tersebut mempunyai bagian-bagian yang saling berhubungan, baik berupa hubungan interelasi, interdependensi secara keseluruhan yang bulat menyangkut ajaran filsafat, agama, sosial, budaya,politik dan sistem yang di anaut oleh dinasti Mataram. Universal, kebenaran suatu ilmu pengetahuan harus dapat diterima secara universal, baik menyangkut ruang, waktu dan tempat. Ilmu yang bersifat universal ,abstrak dan umum harus mencakup secara ilmiah dari serentetan pertanyaan-pertanyaan yang deskriptif (bagaimana?),secara kausal (mengapa), secara normatif (Kemana?), secara esensial (Apa) maka dapat disimpulkan bahwa mata kuliah Filsafat budaya mataram adalah mempelajari hakekat atau proses berpikir atau cara perpikir para pendiri Mataram dalam hal Cipta, rasa dan karsa (tri-karya) serta Falsafat Budaya Mataram juga tidak dapat di pisahkan dari Universitas Kehidupan yang selama ini digagas oleh Sri Sultan hamengku Buono IX serta beliau ingin menunjukah bahwa di Yogyakarta terdapat sebuah Universitas dengan Kulture Budaya yang kental dan dapat di pelajari tidak hanya oleh warga negara Indonesia tetapi juga warga negara asing yang datang ke yogyakarta tidak hanya ingin menuntut ilmu tetapi juga ingin mengenal lebih dekat Universitas Widya Matarm  yang berbasis budaya seta ingin mengali lebih dalam kebudayan yang mempunyai nilai Filosofi tinggi dan menjadi cikal bakal dari kebudayaan di indonesia yang selama ini diajarkan di Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

2.      Yogyakarta Istimewa karena tiga hal yaitu :
a.        Menurut Pasal 18 UUD 1945 Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab VI Pasal 18 (II) tentang Pemerintahan Daerah bahwa:
“Dalam teritorial Negara Republik Indonesia terdapat +_ 250 Zelfbesturende landschappen danvolksgemeenscappen seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut”. Penjelasan umum Undang-Undang Pemerintahan Daerah terdapat dalam dasar pemikiran bahwa :
a. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Melihat isi pasal UUD RI 1945 Bab VI Pasal 18 (II) serta isi dari Penjelasan Umum UU tentang Pemerintahan Daerah jelas membuktikan bahwa Negara sangat menghargai keistimewaan atas daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Republik Indonesia sebagai Daerah Istimewa dengan segala konsekwensi logisnya sebagaimana amanat UUD 1945, pasal 18 beserta penjelasannya yang kemudian diubah/diamandemen pada tahun 2000 tanpa melalui referendum dan sekarang menjadi AMANDEMEN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945, pasal 18 b yang isi pasal, ayat dan penjelasannya masih sama. Proses perjalanan pemerintahan Negara Republik Indonesia pasca kemerdekaan yang belum stabil mengharuskan perpindahan Ibu Kota Negara RI dan Yogyakarta adalah sebagai pilihan terbaik dengan mempertimbangkan asset – asset milik Kraton Yogyakarta dapat menjadi sarana pendukung utama bagi terselenggaranya pemerintahan, terutama dalam menindak lanjuti rumusan dasar – dasar kebangsaan yang masih memerlukan perangkat yuridis untuk dapat dioperasionalisasikan dan di sosialisasikan kepada masyarakat Indonesia.
b. Menurut UU Nomor 3 tahun 1950 yang dikeluarkan oleh negara bagian Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta pada maret 1950, keistimewan DIY mengacu pada keistimewaan yang diberikan oleh UU Nomor 22 Tahun 1948 yaitu Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu. Selain itu, untuk Daerah Istimewa yang berasal dari gabungan daerah kerajaan dapat diangkat seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa dengan mengingat syarat-syarat sama seperti kepala daerah istimewa. Sebab pada saat itu daerah biasa tidak dapat memiliki wakil kepala daerah. Adapun alasan keistimewaan Yogyakarta diakui oleh pemerintahan RI menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), adalah Yogyakarta mempunyai hak-hak asal usul dan di zaman sebelum Republik Indonesia sudah mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa (zelfbestuure landschappen).
 Menurut UU Nomor 13 tahun 2012 Keistimewaan DIY meliputi :
Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan dan tata ruang.
Kewenangan istimewa ini terletak di tingkatan Provinsi dalam tata cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur salah satu syarat yang harus dipenuhi calon gubernur dan wakil gubernur adalah bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur. Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY diselenggarakan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli yang selanjutnya diatur dalam Perdais. Kewenangan kebudayaan diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY yang selanjutnya diatur dalam Perdais. Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualamanan dinyatakan sebagai badan hukum. Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Kewenangan Kasultanan dan Kadipaten dalam tata ruang terbatas pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten yang selanjutnya diatur dalam Perdais. Perdais adalah peraturan daerah istimewa yang dibentuk oleh DPRD DIY dan Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa. Selain itu, pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
b.    Kepala Pemerintahan DIY di Jabat oleh sultan dan adipati pakualam
       Istimewa dalam hal Sejarah Pembentukan Pemerintahan Daerah Istimewa (sebagaimana diatur UUD 45, pasal 18 & Penjelasannya mengenai hak asal usul suatu daerah dalam teritoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbestuurende-landschappen & volks-gemeenschappen serta bukti - bukti authentik/fakta sejarah dalam proses perjuangan kemerdekaan, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga sekarang ini dalam memajukan Pendidikan Nasional & Kebudayaan Indonesia; Kedua, Istimewa dalam hal Bentuk Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari penggabungan dua wilayah Kasultanan & Pakualaman menjadi satu daerah setingkat provinsi yang bersifat kerajaan dalam satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (sebagaimana disebutkan dalam Amanat 30 Oktober 1945, 5 Oktober 1945 & UU No.3/1950); Ketiga, Istimewa dalam hal Kepala Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dijabat oleh Sultan & Adipati yang bertahta (sebagaimana amanat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945 yang menyatakan Sultan & Adipati yang bertahta TETAP DALAM KEDUDUKANNYA dengan ditulis secara lengkap nama, gelar, kedudukan seorang Sultan & Adipati yang bertahta sesuai dengan angka urutan bertahtanya).
c. Amanah 5 September 1945
Adanya “Ijab Qobul” dimana Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945 yang merupakan LAMARAN dari Republik Indonesia dalam hal ini oleh Ir. Soekarno sebagai Presiden kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Penguasa Kerajaan Ngayogyakarto Hadiningrat telah DITERIMA dengan MAHAR yang tertuang dalam Amanah Sri Sultan Hamengku Buwono IX  pada 5 September 1945.
d. Amanah SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX,  5 September 1945
Bahwa Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat yang bersifat Kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia.
Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan Pemerintahan dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat mulai saat ini berada di tangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnya Kami Pegang seluruhnya.
Bahwa perhubungan antara negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia,bersifat langsung dan Kami bertanggungjawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Kami memerintahkan supaya segenap penduduk dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat mengindahkan Amanah Kami ini.
Undang-Undang No. 3 Tahun 1950 merupakan “IKATAN” yang berupa Status Keistimewaan DIY menjadi bukti diterimanya “MAHAR” yang berupa Amanah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, 5 September 1945 oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pengawal Amanah HB IX, 5 September 1945
Leaflet (Selebaran) ini harap disimpan sebagai pegangan memperjuangkan keistimewaan DIY
e. Amanah 30 Oktober 1945
AMANAT
SRI PADUKA INGKENG SINUWUN KANGDJENG SULTAN HAMENGKU BUWONO IX DAN SRI PADUKA KANGDJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIO PAKU ALAM VIII, KEPALA DAERAH ISTIMEWA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Mengingat:
Dasar-dasar jang diletakkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ialah kedaulatan rakjat dan keadilan sosial.
Amanat Kami berdua pada tgl.28 Puasa, Ehe 1876 atau 5-9-1945. Bahwa kekuasaan-kekuasaan jang dahulu dipegang oleh Pemerintah djadjahan (dalam djaman Belanda didjalankan oleh Gubernur dengan kantornja, dalam djaman Djepang oleh Kōti Zimu yoku Tyōkan dengan kantornja) telah direbut oleh rakjat dan diserahkan kembali kepada Kami berdua. Bahwa Paduka Tuan Komissaris Tinggi pada tanggal 22-10-1945 di Kepatihan Jogjakarta dihadapan Kami berdua dengan disaksikan oleh para Pembesar dan para Pemimpin telah menjatakan tidak perlunja akan adanja Sub-comissariat dalam Daerah Kami berdua.
Bahwa pada tanggal 19-10-1945 oleh Komite National Daerah Jogjakarta telah dibentuk suatu Badan Pekerdja jang dipilih dari antara anggauta-anggautanja, atas kehendak rakyak dan panggilan masa, jang diserahi untuk mendjadi Badan Legeslatif (Badan Pembikin Undang-undang) serta turut menentukan haluan djalannja Pemerintah Daerah dan bertanggung djawab kepada Komite National Daerah Jogjakarta,maka Kami Sri Paduka Ingkang Sinuwun Kangdjeng Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Kangdjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII, Kepala Daerah Istimewa Negara Republik Indonesia, semufakat dengan Badan Pekerdja Komite Nasional Daerah Jogjakarta, dengan ini mejatakan:
Supaja djalanja Pemerintahan dalam Daerah Kami berdua dapat selaras dengan dasar-dasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,
bahwa Badan Pekerdja tersebut adalah suatu Badan Legeslatif (Badan Pembikin Undang-undang) jang dapat dianggap sebagai wakil rakjat dalam Daerah Kami berdua untuk membikin undang-undang dan menentukan haluan djalanja Pemerintahan dalam Daerah Kami berdua jang sesuai dengan kehendak rakjat.
Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dari segala bangsa dalam Daerah Kami berdua mengindahkan Amanant kami ini.
Jogjakarta, 24 Dulkaidah, Ehe 1876 atau 30 Oktober 1945
f. PIAGAM Kedudukan 19 Agustus 1945
Piagam 19 Agustus 1945, adalah sebuah piagam yang diberikan oleh presiden pertama Republik Indonesia, Presiden Sukarno, kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII. Piagam ini merupakan bentuk penghargaan atas bergabungnya Kesultanan gayogyakarta dengan Republik Indonesia. Piagam ini terbagi 2, yaitu untuk Sri Sultan Hamengku Buwono dan untuk KGPAA Paku Alam VIII yang berisi sebagai berikut :
Piagam Kedudukan Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono IX
Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan:
Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panotogomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX Ing Ngayogyakarta Hadiningrat, pada kedudukannya,
Dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kangjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai bagian daripada Republik Indonesia.
Jakarta, 19 Agustus 1945
Presiden Republik Indonesia
Ir. Sukarno
Piagam Kedudukan Sri Paduka Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII
Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan:
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII Ingkang Kaping VIII, pada kedudukannya,
Dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kangjeng Gusti akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Paku Alaman sebagai bagian daripada Republik Indonesia.
Jakarta, 19 Agustus 1945
Presiden Republik Indonesia
Ir. Sukarno
Maka berdasarkan piagam tersebut, kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII, telah ditetapkan sebagai penguasa dwitunggal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini merupakan fakta sejarah, dan merupakan bagian dari keistimewaan Yogyakarta. Dimana pemerintahan daerah berada di bawah kekuasaan Sri Sultan Hamengku Buwono dan KGPAA Paku Alam. Hal ini yang menjadikan Yogyakarta sebagai daerah yang istimewa, karena berbeda dengan daerah lain yang memiliki kepala daerah berdasarkan pemungutan suara, Yogyakarta memiliki penguasa tetap yang diangkat dari keluarga kerajaan.
Menanggapi sikap hormat Presiden Sukarno kepada Daerah Istimewa Yogyakarta, maka Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII, memutuskan untuk bersikap kooperatif dengan mengeluarkan Amanat 5 September 1945.
Demokrasi Budaya Hasil Pemikiran Sri Sultan Hamengku Buono IX
     “Sepenuhnya saya menyadari bahwa tugas yang ada dipundak saya adalah sulit dan berat, terlebih-lebih karena ini menyangkut mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar dapat bekerja-sama dalam suasana yang harmonis, tanpa yang Timur harus kehilangan kepribadiannya. Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya tetap adalah orang Jawa. Maka selama tak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam Keraton yang kaya akan tradisi ini. Izinkanlah saya mengakhiri pidato saya ini dengan berjanji, semoga saya dapat bekerja untuk memenuhi kepentingan Nusa dan Bangsa, sebatas pengetahuan dan kemampuan yang ada pada saya“
       Pemikiran ini muncul dipengaruhi oleh pendidikan keluarga dengan latar belakang budaya yang sudah menjadi bagian dalam kehidupannya di dalam lingkup beteng Kraton Yogyakarta dan pemikiran barat dipengaruhi oleh pendidikan formal dalam menempuh studi tingkat doctoralnya di Rijksuniversiteit, Leiden, pada Fakulteit Indologi.      
a.    Strategi Budaya untuk Demokrasi & Politik :    
     Rentang perjalanan kemudian, Sri Sultan Hamengku Buwono IX melahirkan pemikiran tentang
 pendidikan politik dan demokrasi budaya, yaitu dengan cara mengubah sistim pemrintahan monarchi absolut menjadi pemerintahan demokrasi diawali dengan menerbitkan Surat Kawat (telegraaph), 18 Agustus 1945 yang isinya adalah mendukung dan menyambut gembira atas diproklamirkan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia , pada tanggal 17 Agustus 1945
       Dukungan politik dan dukungan moral Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Raja/Kepala Pemerintahan Nagari Karaton Ngayogyakarto Hadiningrat terhadap berdirinya pemerintah Republik Indonesia memiliki pengaruh psikologis terhadap raja – raja lainnya di Nusantara dan merupakan pukulan telak bagi Belanda yang selama ini membujuk dan merayu agar Sultan mau menjadi Wali Tanah Jawa atau Raja diraja Tanah Jawa, sehingga dengan demikian Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia batal demi hukum karena masih ada negara dalam negara (enclave).
Atas dasar pengorbanan dan perjuangan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII inilah, pada tanggal 19 Agustus 1945 dikeluarkan Piagam Kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang berkuasa penuh atas kedua wilayah setingkat propinsi dalam satu kesatuan Negara Republik Indonesia dan diberi nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Demokratisasi Melalui Pendidikan Multikultural       :
       Pendidikan Multikultral yang didalamnya memuat nilai – nilai demokrasi dan budaya hasil
pemikiran Sri Sultan Hamengku Buwono IX dapat direkonstruksikan kembali melalui karya Tari Golek Menak yang menggabungkan perpaduan budaya etnis Jawa-Minang-Sunda serta perpaduan filosofis unsur Parsi-Cina-Nusantara dalam sebuah cerita Wong Agung Jayengrana (epos perjuangan Amir Hamzah). Memahami latar belakang pemikiran tentang makna simbolik Tari Menak sebagai model pendidikan Multikultural atas dasar Pluralisme Budaya & Filsafat yang mempertemukan budaya Etnis Jawa-Minang-Sunda dan Filsafat Parsi-Cina-Nusantara sampai saat ini masih menjadi misteri karena masih sebatas esoteris dengan pementasan pagelaran tari, namun belum dikaji secara mendalam tentang hakekat dan makna filosofisnya. Padahal pendidikan multikultural menurut pemikiran Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dibalik tari Menak sesungguhnya penonton harus mampu memahami keunggulan komparatif mengenai suku Jawa – Minang – Sunda sebagai pilar kebangsaan, maupun memahami keunggulan filosofis mengenai peradaban bangsa Parsi – Cina – Nusantara sebagai pilar ketahanan global.
Disisi lain untuk memahami konsep pemikiran tentang pendidikan yang universal dapat diungkap melalui Pidato Penobatan sebagai Raja yang intinya adalah adanya kesadaran bahwa Tugas yang ada dipundaknya adalah sulit dan berat, kemudian tuntutan untuk mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar dapat bekerja-sama dalam suasana yang harmonis, tanpa yang Timur harus kehilangan kepribadiannya.
Disisi lain Sultan Hamengku Buwono IX yang masih sangat muda dalam usia 28 tahun, harus mempertahankan identitas diri sebagai orang Jawa, walau telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya tetap adalah orang Jawa, demikianlah pernyataannya dan tentu saja dibalik kandungan kalimat ini ada maksud – maksud dan latar belakang pemikiran yang berkaitan situasi dan kondisi saat itu.
Tugas berat lainnya adalah upaya mempertahankan eksistensi kraton, dengan catatan selama tak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam Keraton yang kaya akan tradisi ini. Kemudian sebelum menutup pidatonya Sultan Hamengku Buwono IX berjanji, semoga dapat bekerja untuk memenuhi kepentingan Nusa dan Bangsa, sebatas pengetahuan dan kemampuan yang ada padanya.  
Kemudian apakah masyarakat dan penerus dinasti Mataram memahami secara benar amanat Tahta
Untuk Rakyat, apakah dalam konteks Demokrasi Budaya sebagai Amanat Tahta Untuk Rakyat ini sebagai strategi budaya untuk mempertahankan eksistensi Kraton Yogyakarta ditengah perubahan jaman sekaligus sebagai bukti bahwa konsep demokrasi budaya adalah manifestasi atas konsepsi untuk mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar dapat bekerja-sama dalam suasana yang harmonis, tanpa yang Timur harus kehilangan kepribadiannya.
c. Demokrasi Budaya Sebagai Konsep Politik :
Pendidikan, Kebudayaan, Sejarah, Filsafat dan Agama adalah merupakan landasan yang sangat fundamental dalam membentuk karakter bangsa, seseorang tidak akan mungkin memiliki kepribadian yang utuh tanpa memahami sejarah, budaya dan filsafat, demikian pula seseorang tidak memiliki keseimbangan lahir dan batin kalau tidak mempelajari agama sebagai kekuatan spiritualitas, prasyarat untuk memahami keempat pokok persoalan diatas harus melalui pendidikan
Yogyakarta mampu berperan dalam meng-Indonesia-kan Indonesia, Yogyakarta sebagai miniatur Indonesia telah menjadi alma-mater yang mampu memberikan edukasi bagi para pelajar dan mahasiswa untuk memahami betapa pentingnya memahami Indonesia sebagai satu kesatuan identitas dan entitas yang berdiri atas dasar pluralisme. Keaneka ragaman suku, bahasa, ras, adat-istiadat dan agama justru menjadi spirit ethno nasionalisme dan ternyata Yogyakarta sebagai ibu-pendidik mampu menawarkan semangat ethno-centrisme yang dibawa oleh masing – masing anak didiknya. Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebelum meninggal, telah mewariskan amanat Tahta Untuk Rakyat, Pesan Pendidikan melalui Universitas Widya Mataram yang isinya adalah : ”Saya tidak ingin menambah deretan panjang jumlah perguruan tinggi di Yogyakarta, tapi saya ingin memberi alternatif bagi dunia pendidikan di Indonesia”. Sementara itu, amanat dalam bentuk Tari Menak sebagai makna simbolik tentang Pluralisme yang telah mempertemukan budaya Etnis Jawa-Minang-Sunda dan Filsafat Parsi-Cina-Nusantara merupakan konsep demokrasi budaya dan multikulturalisme yang belum terjawab dan direkontekstualisasikan kembali sesuai tuntutan jamannya hingga saat ini.

3. Kepemimpinan Sultan Agung, Kepemimpinan Sri Sultan HB I dan Kepemimpinan Sri Sultan HB IX
a. Falsafah Sastra Gending
Falsafah kepemimpinan Sultan Agung, yang diungkapkan lewat Serat Sastra Gendhing. Falsafah ini memuat tujuh amanah. Amanah pertama, swadana maharjeng tursita, menyebutkan bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki sosok intelektual, berilmu, jujur, dan pandai menjaga nama, mampu  menjalin komunikasi atas dasar prinsip kemandirian. Kedua, bahni bahna amurbeng jurit, menyebutkan bahwa seorang pemimpin harus selalu berada di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran. Ketiga, rukti setya garba rukmi, menggarisbawahi bahwa seorang pemimpin harus memiliki tekad bulat menghimpun segala daya dan potensi guna kemakmuran dan ketinggian martabat bangsa. Keempat, sripandayasih krani, yaitu pemimpin harus memiliki tekad menjaga sumber-sumber kesucian agama dan kebudayaan, agar berdaya manfaat bagi masyarakat luas. Kelima, gaugana hasta, yaitu seorang pemimpin harus mengembangkan seni sastra, seni suara, dan seni tari guna mengisi peradapan bangsa. Keenam, stiranggana cita, yaitu seorang pemimpin harus memiliki keinginan kuat untuk melestarikan dan mengembangkan budaya, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan membawa obor kebahagiaan umat manusia. Ketujuh smara bhumi adi manggala, yaitu seorang pemimpin harus menjadi pelopor pemersatu dari berbagai kepentingan yang berbeda-beda dari waktu ke waktu, serta berperan dalam perdamaian di dunia
b. Falsafah Hamemayu Hayuning Bawana
Sri Sultan Hamengku Buono I adalah seorang raja yang terkenal dengan berbagai predikat, baik kesatria, pahlawan, ulama, alhi strategi perang, arsitek ulung maupun alhi olah sastra dan memiliki prinsip-prinsip kepemimpinan yang sangat kuat
Redi-Tinamping, pola-pikir filosofi seorang pemimpin merupakan cerminan pribadi, maka harus intropeksi diri di tengah-tengah kawulo alit sebagai pendukung kekuasaan.
Jiwan-Danarto, seorang pemimpin hakikatnay juga seorang interprestator dan harus visioneer, maka wajib memiliki kemampuan mengiterprestasikan terhadap setiap fenomena atau gejala apapunyang sedang maupun akan terjadi, yang terlihat maupun tidak terlihat di depan mata.
Lir-Ginelar , Patronase kebijakan kepemimpinan berdasar hasil musyawarah –mufakat dari berbagai masukan diantara kerabat – pendukungnya Pitraya-Inyika, Sebagai seorang pemimpin sudah menjadi keharusan untuk berderma kepada kawulo alit. Andaya-Wilang, Seorang pemimpin harus selalu tanggap ing sasmita terhadap pergolakan hati rakyatnya dengan dasar pertimbangan rasanya, sebagai ajaran tri rasa : Ewuh Pekewuh, Dugo prayogo, dan Rasa Rumangsa.
Surya-SriBhawanti, Pemimpin harus menjadi tokoh pelindung peradaban, budaya, agama, persaudaraan umat dan cita-cita kemerdekaan
Rohartaya, Pemimpin hendaknya selalu insyaf bagaimana memanfaatkan peradaban barat bagi kepentingan negara.
Traju-Trasna, Seorang pemimpin harus berlalu adil, arif-bijaksana, welas-asih dan tidak mabuk pujian. Hamemayu hayuning bawana merupakan salah satu filosofi jawa, yang secara harfiah berarti menjaga keseimbangan kehidupan dan keselarasan dunia. dalam konteks yang lebih luas dapat diartikan sebagai keseimbangan antara jagad kecil, mikrokosmos (manusia) dengan jagad besar/alam semesta. Keseimbangan ini diwujudkan dalam perilaku manusia yang senantiasa menjunjung tinggi etika dan kebenaran. Keselarasan akan tercapai bila ada  Ikatan manusia dengan Allah SWT, berupa keyakinan dan kepercayaan yang diwujudkan dalam panembah lan pangesti seperti ditulis dalam tuntunan kalam, yang disebut agama, mewajibkan manusia manembah (sembahyang, samadi) hanya tertuju kepada Yang Satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Manusia itu paling dipercaya ngembani asmaning Allah, maka manusia harus menduduki rasa kemanusiaannya. Untuk itu, manusia harus bisa menempatkan diri pada citra ke-Tuhanannya. Allah telah menciptakan apa saja untuk manusia, jagat sak isine (dunia dan seisinya) , tinggal bagaimana manusia bekti marang Allah Kang Maha Esa. Tergantung manusianya, seberapa besar tanggung jawabnya kepada Yang Maha Kuasa, sebab bawana (dunia) beserta seluruh isinya adalah menjadi tanggung jawab manusia. Ketika manusia sudah sampai pada waktunya harus pulang kepada pangayuning Pangeran, berarti dari tidak ada menjadi ada (ora ana dadi ana) menjadi tidak ada lagi (ora ana maneh). Artinya, “sakabehing dumadi yen wis tumekaning wates kodrate, mesti bakal mulih marang mula-mulanira lan sirna“. Awal-akhire, artinya sangkan paraning dumadi wis khatam/tamat. Semua akan kembali ke fitrahnya, ke asal muasalnya.
c. Falsafah Tahta Untuk Rakyat
Falsafah ini mengisyaratkan bahwa seseorang yang berasal dari sebuah keluarga kaya dan tinggi pangkatnya apabila tidak dididik secara benar dan terlena dengan kekayaan orang tuanya, maka kelak di kemudian hari ia tidak akan dapat meneruskan trah keluhuran orang tuanya. Sebaliknya seorang kawula alit yang mendidik anaknya dalam lingkungan kehidupan yang sederhana dan apa adanya, namun memegang teguh jati diri kemanusiaanya akan menghasilkan generasi penerus yang berkualitas dan meraih derajat yang lebih tinggi. GRM Dorodjatun menjalani pendidikan di Eerste Europese Lagere School B dan NeutraleEuropese Lagere School di Yogyakarta, kemudian HBS di Semarang dan Bandung, untuk selanjutnya meneruskan studi di Gymnasium Harllem dan Rijkuniversitet Leiden Belanda. Di tengah pecahnya Perang Dunia II, pada masa akhir studi doktoral indologinya, Dorodjatun mendapat panggilan untuk kembali ke tanah air dari ayahandanya. Sampai di Jakarta, pada suatu malam di sebuah penginapan, ayahandanya mewariskan pusaka keris Kyai Jaka Piturun sebagai simbol dialah yang dikehendaki menjadi putra mahkota dan kelak akan mewarisi tahta. Dalam perjalanan kereta menuju Yogyakarta, sang ayahanda kambuh sakitnya dan mengalami kondisi kritis. Sesampainya di Yogyakarta ia langsung mendapatkan perawatan di rumah sakit. Namun takdir ternyata menghendaki Ngarsa Dalem HB VIII dipanggil menghadap Tuhan Sang Sangkan Paraning Dumadi. Dorodjatun yang masih sangat muda, 28 tahun, tentu saja sangat terpukul dan mau tidak mau harus siap memanggul beban berat untuk melanjutkan tahta dari trah Mataram. Kejadian ini terjadi di penggalan akhir tahun 1939
 Adalah sebuah ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda bahwa seorang sultan yang akan naik tahta harus memperbaharui kontrak politik. Maka dimulailah sebuah perundingan untuk merumuskan isi kontrak yang baru antara GRM Dorodjatun dan Gubernur Yogyakarta Lucian Adam. Lucian Adam adalah seorang politisi tulen berusia menjelang 60-an. Pengalaman karir di militer dan kepemerintahan menjadikannya mumpuni dan sangat menguasai lika-liku kelicikan lobi tingkat tinggi. Namun Dorodjatun, Sang Putra Mahkota adalah pribadi yang sedari kecil telah mengerti seluk-beluk sifat dan sikap orang Belanda, ditambah lagi ia jebolan fakultas indologi yang sangat intensif melakukan praktik-praktik debat serta adu argumentasi. Oleh karena itu perundingan dalam merumuskan kontrak baru menjadi berlarut-larut dan tidak selesai hingga kurun waktu Maret 1940. Hanya oleh sebuah bisikan gaib di keremangan senja yang mengatakan agar Dorodjatunmeneken kontrak dan tidak usah bimbang berpikir panjang karena Belanda tak lama lagi akan hengkang dari Nusantara, maka Dorodjatun menanda-tangani draf kontrak tanpa melihat dan membaca apa isi kontrak tersebut. Maka pada 18 Maret 1940 GRM Dorodjatun dikukuhkan naik singgasana menggantikan ayahandanya sebagai Sultan Hamengku Buwono IX. Perang Pasifik atau Asia Timur Raya segera meletus dan Jepang berhasil menguasai Nusantara. Masa penjajahan Jepang adalah masa penderitaan yang sangat menyengsarakan rakyat karena semua hasil bumi dirampas penjajah untuk keperluan perang. Dalam membela nasib kawula Ngayojakarta Hadiningrat, HB IX menyiasati dengan memberikan data-data statistik seperti jumlah penduduk, luas sawah, jumlah hasil pertanian, perkebunan, kehutanan dan hasil bumi lainnya dengan data yang tidak akurat. Bahkan Sultan memberikan keterangan bahwa sebagian besar wilayahnya adalah daerah rawa-rawa yang tidak subur dan sebagian yang lain merupakan tanah tandus yang tidak cocok untuk pertanian. Laporan ini dijadikan alasan untuk meminta dana guna pembangunan sebuah selokan yang menghubungkan Kali Progo dan Kali Opak untuk mengairi sawah di sepanjang wilayah Kasultanan. Selain mendapatkan manfaat irigasi, pembangunan saluran air ini sekaligus untuk mengalihkan kewajiban kawulo Ngayojakarta dari romusha sebagaimana diterapkan di wilayah lain. Sebagaimana diyakini bangsa Jawa melalui ramalan Jayabaya, bangsa Jepang hanya menjajah Nusantara dalam hitungan seumur jagung alias tiga setengah tahun. Momentum inilah yang menghantarkan bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Dua hari berselang, Sri Sultan HB IX mengirimkan kawat ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta dan menyatakan diri mendukung kemerdekaan RI. Memperkuat dukungan itu, pada 5 September 1945 HB IX mengeluarkan amanat bahwa Kasultanan Ngayojakarta Hadiningrat menjadi bagian dari Republik Indonesia dan menjadi sebuah daerah istimewa yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Amanat yang sama dikeluarkan juga oleh KGPAA Paku Alam VIII sebagai penguasa Puro Pakualaman. Inilah babak baru pengabdian HB IX dalam kancah perjuangan nasional. Belum genap satu tahun usia kemerdekaan, Belanda melancarkan agresi militernya dan menduduki ibukota Jakarta. Dengan tangan terbuka, HB IX menawarkan diri agar ibukota RI dipindahkan ke Yogyakarta. Maka mengungsilah pemerintah dan seluruh kelengkapannya ke kota perjuangan Yogyakarta. Tidak hanya terhenti di situ, HB IX bahkan tak segan-segan mengelurkan dana pribadi kraton untuk menggaji para menteri dan pegawai pemerintah agar pemerintahan RI tetap tegak dan tidak terjadi penyeberangan ke pihak Belanda. Inilah jejak keistimewaan Yogyakarta yang memangku dan menyuapi saudara mudanya, Republik Indonesia, yang entah seperti apa nasibnya bila HB IX tidak melakukan pengorbanan-pengorbanan yang luar biasa pada waktu itu.
Kisah selanjutnya mengalir mulai dari aksi Serangan Umum 1 Maret 1949, penyerahan kedaulatan dan pembentukan RIS, masa demokrasi terpimpin, orde lama, hingga kiprah Sultan HB IX di masa orde baru sebagai Wakil Presiden RI. Buku ini merupakan rujukan luar biasa bagaimana seorang yang memiliki derajat trah ningrat yang tinggi namun tidak lepas dari sikap dan sifat kesederhanaan hidup serta pengorbanannya yang luar biasa bagi hidup dan kemanusiaan. Dia sosok yang senantiasa menempatkan kepentingan orang lain, bangsa, dan negaranya di atas kepentingan pribadinya. Dialah sosok raja yang mempersembahkan tahtanya untuk rakyat yang sangat dicintainya. Dialah seorang raja yang mampu utuh menjadi manusia sejati dengan sikap
adiluhung

4.     Ajaran Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Kawulo Gusti
Manusia dalam pemahaman kultur Jawa khusunya adalah mikro kosmos (jagat cilik) dan merupakan satu kesatuan dengan Makrokosmoas (jagad gede) dalam tarah pemahaman tertentu pengertian satu kesatuan ini berupa peleburan diri manusia dengan alam semesta. Prinsip dasar pengertan adalah tingkat kesadaran manusia untuk menyatu kedalam alam dan membawa alam menyatu terhadap dirinnya sendiri, untuk memahami eksitensi alam dalam diri manusia, diperlukan perenungan tentang keberadaan manusia dan alam sebagi ciptaanya.dalam kaitanya dengan kraton makrokosmos selalu di kaitkan dengan empiris dapat diterapkan raja dalam kekuasaan yang mikro kosmos,jelasnya unsur yang ada dalam kesultanan akan terpusat pada raja (pancer) hal ini menunjukan bahwa berdasarkan kosmopolitan kekuasaan lebih bersifat sentralis.Kasutanan yogyakarta yang menganut pola pembagian wilayah model lingkaran konsentris. Yang menjadi pusat adalah Sultan yang disusul lingkaran pertama adalah lingkaran kraton, kemudiang berturut-turut lingkaran kedua Negara (Ibu kota), ketiga Negara Gung dan keempat Mancanegara. Harmonisasi struktur kosmologi kraton juga dilihat dari istilah Kiblat papat, lima Pancer. Berdirinya kota yogyakarta merupakan filosofis, aspek planlogi, kondisi social budaya, seta kondisi pemerintahan makna bangunan kraton secara keindahan estetika dan arsitekturnay tidak bisa hanya di kagumi belaka namun memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi nilainya, apabila dilihat dari atas ? replika bangunan kraton antara Tugu – Ringin Kurung Alun – alun Utara – Pagelaran – Siti Hinggil - Bangsal Witono – Ksatrian – Pamijen – Keputren – Magangan – Kemandungan - Sasono Hinggil - Ringin Kurung “Wok” Alun – alun selatan – Panggung Krapyak menggambarkan dua sosok manusia laki-laki dan perempuan yang tidur terlentang. Bangunan diatas merupakan manifestasi ajaran luhur pendiri Mataram yang ingin “mewariskan” nilai filosofis bagi masyarakatnya agar senantiasa ingat akan jati dirinya serta eksistensi dirinya dalam kehidupan sosial masyarakat. Bangunan kraton secara “mikro – kosmos” menggambarkan kosmologi Jawa yang dapat dimaknai sebagai ajaran “Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Kawulo lan Gusti”
 Konsep filosofis – kultural ini mengambarkan hubungan antar manusia “Habluminannas”, serta mengajarkan darimana, kemana dan bagaimana manusia berasal hingga mati. Manusia yang berasal dari segumpal darah “plasma nutfah” hasil hubungan sosok manusia laki – laki dan perempuan merupakan cikal bakal yang berproses melaui kelahiran dari generasi ke generasi atas dasar pertimbangan “bobot, bibit, bobot” yang tidak terlepas dari ketentuan Tuhan yang Maha Kuasa.Sedangkan makna simbolis antara Gunung Merapi – Tugu – Kraton – Panggung Krapyak – Laut Selatan menggambarkan jagad ageng atau makro – kosmos yang dapat dimaknai sebagai hubungan antar manusia dengan sang Penciptanya atau “Manunggaling Kawulo lan Gusti” sebagaimana implementasi ajaran tauchid terhadap manusia dan agar selalu ingat akan kekuasaan Allah Sang Maha Pencipta “Hablumminallah”.Demikian arifnya ajaran para pendahulu Mataram yang senantiasa mewariskan nilai – nilai filosofis dalam bentuk simbol – simbol yang sarat dengan makna, betapa uniknya bangunan Kraton antara satu bangunan dengan bangunan yang lain dan selalu memiliki keterkaitan hubungan, baik dalam konteks harafiah maupun maknawiyah. Sehingga alangkah damainya hidup di Yogyakarta jikalau generasi penerusnya mampu mencerna kearifan masa lalu dan mengimplementasikan tanpa harus merusak struktur bangunan maupun nilai – nilai yang telah ada.Saat ini masyarakat terusik dan diingatkan kembali akan ajaran budaya yang terkait dengan jalan lurus menuju satu tujuan, yaitu Jalan Mulia atau Margo Mulyo, dahulu kala jalan Malioboro bernama “Margo Mulyo” dan jalan ini merupakan bagian penting dari Kraton Yogyakarta karena merupakan “as-kosmis” atau “garis lmajiner” tegak lurus apabila dipandang dari Bangsal Witono, Siti Hinggil, Kraton Yogyakarta, Alun-alun utara, Pangurakan menuju Tugu Pal Putih “golong-gilig” dan Gunung Merapi. Sebelum menuju jalan utama, land-scape Kraton ditengarai dengan adanya dua pohon beringin “Ringin Kurung” yang bernama Kyai Dewa Daru dan Kyai Dewa Jana (konon kedua pohon ini diambil dari Mojokerto, Mojopahit), Alun – alun utara merupakan bagian yang integral dengan Masjid Agung, Kepatihan maupun Pasar Beringharjo, makna bangunan diatas merupakan gambaran pilihan hidup bagi manusia dan kraton sebagai simbol kekuasaan tidak bisa terlepas dari tanggung jawab raja sebagai “Khalifatullah” yang memiliki kewajiban untuk mengantarkan masyarakatnya menuju kehidupan akherat yang mulia “margo-mulyo”.Dimensi kehidupan manusia secara positif maupun negatif disimbolisasikan dengan bangunan “masjid” dan “tugu pal putih” yang mengajarkan ketauhidan (kebaikan) sedangkan “pasar” dan “kekuasaan” sebagai simbol godaan (keburukan) bagi manusia yang akan berlomba-lomba dalam kebaikan dan kebenaran “fastabiqul-qhoiroot”. Demikian halnya ketika Sang Raja bertahta “lenggah sinewaka” pandangannya menghadap ke utara tegak lurus dari Tugu Pal Putih menuju Gunung Merapi, cakrawala pandang yang luas nan jauh sebagaimana setinggi gunung dan seluas samudera, merupakan “auto-sugesti” seorang raja yang harus memiliki “keagungan-binathoro”, demikian halnya makna ketinggian tahta yang berada diatas “Siti Hinggil” dan ditopang hamparan alun – alun utara yang luas semakin mendukung kewibawaan seorang raja akan tahtanya.Akan tetapi, setinggi apapun dan seluas apapun kekuasaan sang maha-raja, hanyalah tetap sebagai manusia atau hamba Tuhan “Gabdullah” yang harus menjalankan perintah agama “Sayyidin Panatagama” dalam melaksanakan tata pemerintahan yang berfungsi sekaligus sebagai wakil Tuhan dimuka bumi “Khalifatullah”, oleh karena itu tidak ada kekuasaan absolute, karena raja tetap diingatkan bahwa ada yang lebih berkuasa darinya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa “ALif Mutakaliman Wachid” dengan disimbolisasikan tugu Pal Putih “Golong-gilig”.,

5.        Kraton Jogjakarta Sebagai akar Budaya Bangsa Indonesia
Dewasa ini kebudayaan daerah yang kita miliki sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia hampir punah dan di tinggalkan oleh generasi muda kita, Hampir semua lapisan masyarakat lupa akan keberadaan kebudayaan daerah. Hal itu di sebabkan oleh pengaruh budaya asing yang mudah di pelajari masuk kenegara kita dan sangat jauh dari budaya ketimuran seperti budaya yang ada di Indonesia. Budaya barat yang di anggap modern dan lebih mudah dipelajari telah melumpuhkan jiwa patriotisme dan nasionalis bangsa Indonesia, contoh cara berpakaian para muda-mudi sangat memprihatinkan dan jauh dari etika budaya ketimuran, Mereka menganggap bahwa budaya kita sudah kuno dan kadaluwarsa sehingga mereka sangat memuja budaya barat yang sebenarnya sangat bertentangan dengan norma dan adat istiadat kita. Indonesia merupakan negara yang terdiri berbagai macam suku, ras, agama, dan adat istiadat yang berbeda. Akibat perbedaan itu menimbulkan berbagai macam kebudayaan yang berbeda pula. Setiap kebudayaan memiliki sejarah masing-masing. Salah satu pusat kebudayaan yang ada di Indonesia, tepatnya di Pulau Jawa, yaitu adalah Keraton Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta biasa juga di sebut Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dikenal secara umum oleh masyarakat sebagai bangunan istana resmi Kasultanan Yogyakarta sampai tahun 1950 ketika pemerintah Negara Bagian Republik Indonesia menjadikan Kasultanan Yogyakarta sebagai sebuah daerah berotonomi khusus setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti tahun 1755. Lokasi keraton konon merupakan bekas sebuah pesanggrahan bernama Garjitawati, tempat istirahat iring-iringan janazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Cerita lain menyebutkan lokasi keraton adalah sebuah mata air Umbul Pacethokan yang berada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Sleman. Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamadhungan Ler (Kamadhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Keraton Yogayakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun,tari-tarian, gamelan,benda-benda pusaka dan bersejarah. Sampai saat ini peninggalan -peningalan Kraton Yogyakarta masih bisa kita lihat dan juga sebagai pengingat para generasi penerus bangsa agar mereka tidak melupakan sejarah bangsa indonesia yang sudah ada sejak jaman nenek moyang kita. Keraton Yogyakarta merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi masyarakat Indonesia dan tentunya masyarakat Yogyakarta sendiri. Keraton adalah sebuah ciri khas Yogyakarta dan apabila hilang, ciri khas Yogyakarta juga akan hilang. Banyaknya pengaruh asing yang masuk ke dalam area Keraton tidak semata-mata membuat penghuni Keraton benar-benar meninggalkan budayanya. Mereka tetap menjaga tradisi dan kebudayaan mereka. Hal ini lah yang membuat Yogyakarta begitu istimewa di mata masyarakat lokal bahkan manca negara. Maka dari itu, Keraton sebagai akar budaya bangsa Indonesia harus tetap kita pertahankan terutama tradisi-tradisi yang ada di dalamnya seperti tradisi Grebeg,Jamasan Pusaka, Batik, Artefak-artefak dan banyak lagi peninggalan kraton yang sangat bersejarah. Penulisan ini bertujuan sebagai wacana untuk mengingatkan kembali kebudayaan yang hapir punah karena tergerus oleh kebudayaan barat yang mungkin mudah di pahami dan tidak serumit kebudayaan di negara kita, dan Kraton Yogyakarta sebagai salah satu pusat akar budaya di Indonesia masih tetap eksis dalam melestarikan kebudayaan bangsa. Selain itu, makalah ini memuat fakta-fakta tentang Kraton Yogyakarta sebagai wadah untuk melestarikan kebudayaan yang masih bisa kita lihat dan kita pelajari sampai saat ini. Peninggalan Kraton Yogyakarta yang berupa Kebudayaan berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan yang ada di Keraton Yogyakarta merupakan pemikiran, filosofi, dan mitologi yang berkaitan dengan pembangunannya.
Pemikiran mengenai Keraton Yogyakarta dituangkan pada penataan tata ruang keraton, termasuk pola dasar landascape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang dipergunakan, bentuk arsitektur, arah hadap bangunan, nama-nama benda-benda pusaka, dan benda-benda lain yang ada di dalamnya masing-masing memiliki nilai filosofi dan mitologinya sendiri-sendiri. Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk  upacara adat maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO
       Kraton Yogyakarta menjadi salah satu akar budaya yang sangat penting bagi Negara Indonesia, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai seorang warga Yogyakarta kita seharusnya dapat mengerti/mengenali  dan memahami Kraton Yogyakarta dengan baik, agar kita dapat menjawab dan menceritakan jika ditanya oleh wisatawan baik domestik maupun wisatawan mancanegara mengenai  sejarah Kraton Yogyakarta. Karena didalam Kraton Yogyakarta terdapat banyak sekali benda-benda peninggalan budaya zaman dahulu sampai sekarang.       Sebagai generasi muda kita harus dapat melestarikan warisan budaya, khususnya Kraton Yogyakarta. Dengan mengunjungi kraton, melihat-lihat benda-benda peninggalan raja-raja. Selain itu kita juga harus mengetahui sejarah raja yang dahulu sampaii sekarang yang memimpin Kraton Yogyakarta. Dan tak lupa kita juga harus mengetahui upacara-upacara adat Kraton Yogyakarta, misalnya Grebeg dan Sekaten yang selalu ada setiap tahunnya. Itu semua harus kita lakukan supaya Kraton Yogyakarta yang merupakan  akar budaya bangsa Indonesia ini tidak punah dan masih bisa dilihat oleh generasi penerus bangsa sebagai modal dasar pengetahuan para generasi muda maka pihak-pihak terkait dapat selalu mengenalkan arti pentingnya melihat  peninggalan sejarah pada masa lampau yang masih bisa kita lihat dan kita pelajari tidak hanya lewat buku tetapi juga kita bisa melihat langsung atau mengunjungi tempat-tempat  bersejarah. Marilah kita sebagai warga yang baik harus selalu merawat dan menjaga peninggalan masa lalu dengan cara merawat dengan baik dan jangan sampai tangan-tangan jahil mencorat-coret, merusak bahkan mengambil bagian tertentu dari peninggalan bersejarah tersebut kami mohon Dinas Purbakala dan pihak-pihak terkait untuk selalu bekerja sama memelihara serta mempromosikan agar supaya peninggalan tersebut dapat di kenal tidak hanya oleh bangsa sendiri tetapi juga oleh bangsa lain dan juga peningalan bersejarah bisa sebagai modal untuk mengenalkan kebudayaan bangsa Indonesia kepada para wisatawan manca negara untuk mengetahui bahkan mempelajarinya sehingga kita merasa bangga bahwa kebudayaan kita dapat di pelajari dan di kenalkan tidak hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga oleh orang asing khususnya yang datang inggin mempelajari dan mengenal lebih jauh kebudayaan Bangsa Indonesia.
URAIAN JAWABAN SOAL FILSAFAT BUDAYA MATARAM
AKHIR SEMESTER GANJIL
TAHUN AJARAN 2013/2014


DOSEN FILSAFAT BUDAYA MATARAM :
HERU WAHYU KISMOYO, SIP. MS.i










DI SUSUN OLEH :
MAHASISWA JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA :
FIRMAN PRIBADI
131312178



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA
2013/2014