Friday, 3 January 2014

PARTISIPASI POLITIK 
MENCAKUP INFRASTRUKTUR POLITIK MEWADAHI PARTISIPASI
MODEL-MODEL PARTISIPASI DAN KEDEWASAAN MASYARAKAT BERPOLITIK


BAB I
PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
Menjelang pemilu tahun 2014, wacana mengenai siapa calon presiden yang tepat memimpin Indonesia, menjadi topik yang selalu menarik dibicarakan. Perbincangan mengenai politik kini tidak hanya terjadi di kalangan anggota DPR, maupun para elit politik serta para akademisi di forum seminar atau perkuliahan, tetapi juga terjadi di warung angkringan, tempat ronda, pasar dan tempat-tempat berkumpulnya masyarakat. Sebagian masyarakat masih punya harapan bahwa pemilihan presiden mendatang akan membawa perubahan bagi mereka, namun sebagian yang lain sudah pesimis, karena bagi sebagian mereka, pemilihan presiden hanya sekedar formalitas belaka yang tidak membawa perubahan yang berarti bagi kehidupan rakyat, Masyarakat kita sudah mempunyai penilaian sendiri terhadap setiap calon presiden, dan calon wakil yang hanya mementingkan partai politik yang membesarkan namanya dan tidak menghiraukan nasib rakyat, bahkan banyak  publik figur yang terkenal santun yang terkena kasus korupsi sehingga rakyat merasa dikhianati .
 Rakyat menilai dengan bergantinya presiden atau anggota legislatif tidak akan serta merta mengubah nasib mereka yang selama ini terbelengu dalam rezim penindasan yang tidak ketara yang mengakibatkan kesengsaraan dan kemiskinan dimana-mana akibatnya banyak tindak kejahatan yang merajalela dan para generasi muda bangsa Indonesia tersangkut kasus-kasus kriminal.
Di sisi lain, banyak masyarakat yang menggunakan hak pilihnya hanya berdasarkan pada serangan fajar atau suap berupa uang atau sembako yang di berikan menjelang pemilihan calon presiden dan calon legislatif, bahkan masyarakat kita mudah terprovokasi sehingga mudah terjadi konflik antar pendukung satu calon dengan pendukung calon yang lainnya.
Lalu bagaimana sebenarnya kesiapan infrastruktur politik yang mewadahi partisipasi? Bagaimanakah model-model partisipasi masyarakat dalam berpolitik, dan bagaimana pula menumbuhkan kedewasaan masyarakat dalam berpolitik?


BAB II
DESKRIPSI
A.      Kesiapan infrastruktur politik yang mewadahi partisipasi
Didalam suatu kehidupan politik rakyat, akan selalu ada keterkaitan atau hubungan dengan kelompok-kelompok lain ke dalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut “kekuatan sosial politik masyarakat”. Kelompok masyarakat tersebut yang merupakan kekuatan politik riil didalam masyarakat, disebut “infrastruktur politik”. Berdasakan teori politik, infrastruktur politik mencakup 5 (lima) unsur atau komponen sebagai berikut :
a. Partai politik ( political party )
Partai politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan.
b. Kelompok kepentingan (interest group)
Kelompok kepentingan (interest group), dalam gerak langkahnya akan sangat tergantung pada sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu negara.
c. Kelompok Penekan (pressure group)
Kelompok penekan merupakan salah satu institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan pemerintah. Kelompok penekan dapat terhimpun dalam beberapa asosiasi yang mempunyai kepentingan sama, antara lain :
a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b. Organisasi-organisasi sosial keagamaan
c. Organisasi kepemudaan
d. Organisasi Lingkungan Kehidupan
e. Organisasi pembela Hukum dan HAM
f. Yayasan atau Badan hukum lainnya,
d. Media komunikasi politik (political communication media)
Media komunikasi politik merupakan salah satu instrument politik yang dapat berfungsi untuk menyampaikan informasi dan persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya. Media komunikasi seperti surat kabar, telepon, fax, internet, televise, radio, film, dan sebagainya dapat memainkan peran penting terhadap penyampaian informasi serta pembentukan/mengubah pendapat umum dan sikap politik publik.
e. Tokoh Politik (political/figure)
Pengangkatan tokoh-tokoh merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota-anggota masyarakat dari berbagai sub-kluktur, keagamaan, status sosial, kelas, dan atas dasar kesukuan dan kualifikasi tertentu, yang kemudian memperkenalkan mereka pada peran-peran khusus dalam sistem politik.
B.     Model-model partisipasi masyarakat
Satu isu terkadang dapat mengakibatkan aksi dalam berbagai bentuk. baik itu pro dan kontra dengan berbagai cara seperti kampanye, poster , aksi legal, petisi, pertemuan publik, demonstrasi, boykot bahkan pembunuhan.    
Partisipasi politik yang biasa adalah sebuah keterlibatan politik dimana individu menyampaikan aspirasi politik melalui pejabat publik menggunakan saluran partisipasi. Seperti pemilu, dan aktifitas kelompok kepentingan.               
Sedangkan partisipasi politik yang tidak biasa adalah sebuah partisipasi politik yang dilakukan masyarakat tanpa melalui elit politik ataupun melalui aksi langsung. Ada beberapa cara yang umum dilakukan dalam partisipasi politik dan mengeluarkan pendapat untuk memilih wakil-wakil yang kita kehendaki.
1. Voting        
    Voting (Pemberian suara) merupakan suatu hal yang umum dalam partisipasi politik terutama dalam pemilu. Karena pentingnya pemilu sebagai bentuk partisipasi, menjadi penting juga untuk mengetahui bagaiamana rakyat memilih dan menggunakan suara mereka dan bagaimana suara tersebut berdampak terhadap hasil dari pemilu
2. Sistem pemilu         
    Ada beberapa cara penataan proses pemungutan suara, dan pemilihan sebuah sistem akan mempengaruhi hasil pemilu. Sistem pemilu yang sederhana dan paling mudah adalah dengan membagi negara menjadi distrik-distrik (kabupaten) dengan populasi jumlah penduduk yang kurang lebih sama dan memilih seorang wakil untuk duduk di badan legislatif tingkat distrik tersebut. Bilamana seorang calon mendapatkan suara terbanyak ia akan menang dan terpilih terlepas dari apakah suara tersebut sudah mewakili mayoritas masyarkat atau belum. Sistem ini dikenal sebagai sistem “distrik calon tunggal”.
C.  Kedewasaan masyarakat berpolitik
Menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, masyarakat perlu meningkatkan kedewasaan dan kesadaran berpolitik agar kualitas demokrasi semakin baik. Mengingat perkembangan dan dinamika sosial politik menjelang Pemilu 2014 sangat tinggi, seluruh pemangku kepentingan perlu mengendalikan kegiatan politiknya agar tidak menganggu publik.
Kejadian-kejadian buruk berupa kerusuhan yang terjadi pada pemilihan kepala daerah di Indonesia yang selalu berakhir rusuh mengakibatkan kemunduran jauh ke belakang, baik dari sisi kedewasaan dalam melakukan aktivitas politik maupun peran serta masyarakat untuk menghancurkan sendiri fasilitas-fasilitas umum kantor-kantor pemerintahan, yang pembangunan sebenarnya menggunakan uang rakyat yang di pungut pemerintah lewat pajak dan di kembalikan kepada rakyat lewat pembangunan infrastruktur bagi kepentingan orang banyak.
       Harus disadari, masyarakat lain harus dihormati pilihannya. Kalau ada kelompok lain yang jumlah pemilihnya lebih besar, harus dihormati. Jadi kesadaran masyarakat harus ditingkatkan. Tidak terbawa pengaruh anarkis akibatnya justru mencoreng pesta demokrasi itu sendiri.
Dalam Pemilu 2014, peran serta masyarakat dalam mengunakan hak pilihnya  juga merupakan bagian dari pesta demokrasi. Masyarakat harus dapat menentukan pilihannya yang baik dan sesuai dengan hati nurani tanpa di arahkan untuk memilih salah satu calon hanya karena di berikan imbalan baik itu berupa uang, sambako dan janji-janji manis para calon yang belum tentu terealisasi, sehingga kualitas Pemilu akan lebih baik dan menghasilakan sosok-sosok pemimpin yang berkualitas baik itu anggota legislatif serta pasangan presiden dan wakil presiden yang dapat memenuhi harapan seluruh masyarakat Indonesia.
Maka dari itu kita sebagai warga negara yang baik harus selalu berperan aktif dalam menyukseskan Pemilu baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden dan wakil presiden tanpa mau di arahkan untuk memilih salah satu calon legislatif atau calon presiden dan wakil presiden hanya karena sejumlah uang atau pun janji-janji yang belum pasti yang hanya menjerumuskan ke jurang kemiskinan.
BAB III
PENUTUP
D. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa peran serta masyarakat sangat di harapkan dalam memberikan hak suaranya demi tercapanya cita-cita bangsa yang selama ini belum terwujud akibat banyaknya pemimpin yang di anggap santun terkena kasus korupsi dan dimana menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap wakil-wakil rakyat. Karena masyarakat memiliki peran yang sangat kuat dalam proses penentuan eksekutif dan legislatif baik dipemerintah pusat maupun daerah. Di mana masyarakat kita sudah pandai dalam menentukan hak pilih kepada para calon-calon yang akan membawa kemakmuran dimasa mendatang dengan menghindari suap baik berupa uang atau sembako serta janji-janji pada waktu kampanye yang entah kapan akan di tepati oleh para calon yang terpilih.

E.   Saran
1. Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar masyarakat pahan terhadap politik dan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan politik termasuk pemilihan umum.
2. Mengadakan sosialisasi pentingnya berpendapat atau mengunakan hak pilih demi tercapainya cita-cita bangsa dan negara.
3. Masyarakat di himbau hati-hati bila mana ada calon-calon yang mengunakan politik-politik kotor misal dengan memberikan imbalan tertentu sesuai dengan arahan untuk memilih calon-calon atau partai-partai tertentu.
4. Masyarakat dihimbau agar tidak mempercayai akan janji-janji manis calon-calon atau partai-partai pada saat berkampanye.
5. Para Pemilih jangan sampai terkecok dengan tampilan para pemimpin yang kelihatan santun dan hanya pintar orasi tetapi tidak bisa membawa aspirasi masyarakat dan hanya mementingkan diri sendiri dan golonganya.




DAFTAR REFRENSI


































No comments:

Post a Comment