Friday, 3 January 2014

DEMOKRASI DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN
DAN
PARTISIPASI POLITIK

RESUM MODUL



DEMOKRASI DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM NEGARA DAN PARTISIPASI POLITIK

Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos ( rakyat), dan kratos atau kratain (kekuasaan). Jadi, demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau govermen of ruler by tehe people. Sedangkan pengelompokan Demokrasai secara srderhana dapat di bagi menjadi 2 (dua) aliran, Yaitu demokrasi kontitusional dan demokrasi komunis. Perbedaan yang fundamental dari kedua aliran tersebut adalah bahwa demokrasi kontitusional mencita-citakan suatu pemerintahan yang terbatas kekuasaanya atau suatu negara hukum (rechtstaat) yang tunduk kepada aturan hukum (rule of law), sedangkan demokrasi yang mendasarkan diri pada komunisme mencita-citakan suatu pemerintahan yang tidak demokratis bahkan sering bersifat totaliter.
Meskipun secara konsep tentang demokrasi dapat dapat di bagi menjadi dua aliran, namun sesungguhnya gagasan yang di kemukakan pakar politik sungguh sangat banyak. Namun konsep tentang demokrasi terdapat satu gagasan yang diambil yaitu bahwa demokrasai haruslah mampu menciptakan keseimbangan dalam interaksi sosial politik,baik hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara eksekutif dan legislatif atau antara kepentungan sosial ekonomi dengan kepentingan politik. Dengan kata lain demokrasi hendaknya mampu memujudkan esensinya sebagai bentuk pemerintah dalam mengambil suatu keputusan yang penting ditentukan oleh suara terbanyak, bukan suara atau kepentingan sepihak,Walaupun dalam prakteknya akan muncul kesenjangan antara konsep ideal besarnya kesenjangan itu tergantung kepada tingkat kematangan berpikir dan kualitas komitmen penyelengara negara serta kedewasaan berdemokrasi masyarakat., Demokrasai bukanya terletak kepada upaya bagaimana memberikan kebebasan sebesar-besarnya kepada rakyat, melainkan masalah upaya membatasai kekuasaan yang dijalankan daan dipegang oleh pemerintah, Meriam Budiardjo ( 1992 : 52 ) mengatakan bahwa gagasan pemerintah yang demokrasis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenan terhadap warga negaranya, Ali Masykur Musa (1993) menyarankan upaya dua arah dalam membangun tatanan demokrasi di suatu negara pertama, dari arah struktur atas (pemerintah) perlu membersihkan polusi political enviroment, kedua dari struktur bawah (masyarakat) perlu diupayakan kontinuitas pendidikan politik secara kuatif agar budaya politik kian matang.
Kesepakatan umum mengenai makna dan devinisi kekuasan di kembangkan dari rumusan Laswell dan Kaplan dalam karya mereka yang berjudul Power and Socierty ( yale Up, 1950), Dalam kaitan ini, Ossip Flechtheim dalam bukunya Fundamentals of Political Science memandang kekuasaan sebagai suatu nilai yang melekat pada hubungan-hubungan sosial maupu hubungan organisasi, Disamping kekuasaan sosial, dikenal pula konsep kekuasaan politik yaitu kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah)baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri. Beberapa kekuasaan yang diungkapkan oleh para ahli politik , sebagai mana di invetantarisir oleh Budiarjo (1994 ; 92-94) antara lain sebagai berikut :
1.      Kekuasaan adalah kemampuan untuk dalam hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apapun dasar kemauan ini ( Max Weber,Wirtschaft und Gesselschaft, 1992)
2.      Kekuasaan adalah kemungkinan untuk membatasai alternatif-alternatif bertindak dari seseorang atau suatu kelompok sesuai dengan tujuan dari pihak pertama( Van Doorn, Sociologische Begrippen en Problemen rond het Verschijnsel Macht, 1957)
3.      Kekuasaan adalah kemampuan dari pelaku untuk menetapkan secara mutlak mengubah (seluruh atau sebagian) alternatif-alternatif bertindak atau memilih ,yang tersedia bagi pelaku-pelaku lain ( Mokken, Power and Influence as politikcal Phenomena, 1976)
4.      Kekuasaan adalah kemampuan untuk menyebabkan kesatuan-kesatuan dalam suatu sitem organisasi kolektif melaksanakan kewajiban-kewajiban yang mengikat. Kewajiban dianggap sah sejauh menyangkut tujuan-tujuan kolektif dan jika ada perlawanan maka pemaksaan melalui saksi-saksi negatif dianggap wajar terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksaan itu ( Talcott Parsons, The Distribution of Power in America Society, 1957).
Khusus merupakan sumber-sumber kekuasaan, hal ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah teori kedaulatan di dunia yang menunjukkan suatu kenyataan bergesernya arah-arap paham-paham kenegaraan dan masyarakat dari non demokratis kepada demokratis, dalam Ilmu Negara muncul kedaulatan tuhan, ajaran yang sangat identik dengan teori kedaulatan ada di tangan tuhan dan diturunkan kepada tuhan dengan wahyu ilahi. Ajaran ini mengandung kelemahan ketika  raja turun tahta maka seketika itu ia bukan kepala negara lagi dan ia kehilangan kewibawaandan kedaulatan. Ketiga ajaran tentang kedaulatan dapat dilihat dari proses demokratisasi dalam arti selalu diupayakan menghilangkan absolutisme dan memperhatikan kepentingan orang banyak, meskipun banyak gagasan tentang pembatasan kekuasaan oleh hukum namun peran rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Pembatasan kekuasaan dan pembagian kekuasaan jelas tidak dapat dipisahkan dari pemikiran Montesquieu ( Charles Louis de Secondat) mengemukakan dua gagasan pokok mengenai pemerintahan yakni tentang pemisahan kekuasaan (Separation of power) dan gagasan tentang hukum yakni membuat pemisahan tentang perbedaan secara tajam antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Pandangan inilah kemudian di kenal dengan ajaran Trias Politika. Pembagian kekuasaan dalam suatu negara menjadi tiga kelompok mutlak harus diadakan , dengan adanya pemisah secara ketat akan dijamin adanya kebebasan dari masing-masing kekuatan. Montesquieu menandaskan perlunya hukum sebagai salah satu instrumen negara atau pemerintah demokrasi, dengan adanya hukum dan pemerintahan dapat melindungi warga negaranya, sekaligus dapat menjamin adanya permainan kepentingan dalam lingkup yang luas diantara mereka dan pemerintah.
Proses demokrasi dalam suatu negara harus di tunjukan pada upaya pencerahan rakyat, rakyat harus di bangkitkan kesadaran,kedewasaan serta wawasan atau pemahamannya terhadap realita politik normatif dan politik empirik. Upaya ini dapat ditempuh melalui peningkatan partisipasi evektif masyarakat,kontrol terhadap agenda publik, persamaan kedudukan dalam pemilihan umum dan pengambilan keputusan. Salah satu perwujudan dari negara demokrasi, salah satu pilar utamanya adalah kebebasan masyarakat untuk menyalurkan aspirasi,pemikiran maupun kepentinganya. Munculnya wacana partisipasi dalam terminologi politik konteporer, jelas tidak dapat dipisahkan dari sejarah nasional yang dialami oleh bangsa-bangsa di dunia khususnya negara-negara berkembang, Negara-negara berkembang merupakan negara bekas jajahan sehingga masyarakatnya telah terkondisi dengan kehidupan politik yang statis dan mandeg, Fenomena demikian terkait dengan tingkat keterlibatan masyarakat yang sangat rendah dalam pembangunan, baik sejak tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pemanfaatannya.
Munculnya kebijakan baru untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam kaitanya dengan kebutuhan ,kehendak dan tuntutan untuk berpatisipasi masyarakat melahirkan berbagai bentuk kekuatan yang berpotensi mendorong kemandirian. Teoristik, Rauf (1990:6) mengutip pemikiran Eston, mengemukakan tiga penyebab berkembangnya studi partisipasi politik .
1. Partisipasi politik adalah kewajiban setiap warga negara dalam arti masyarakat tidak dirugikan oleh adanya keputusan politik penguasa.
2. Adanya keperdulian para ilmuwan politik barat terhadap pelaksanaan ide demokrasitidak saja di negara maju tetapi juga di negara dunia ketiga.
3. Yang mendorong studi partisipasi politik adalah keinginan para ilmuwan politik untuk menjadikan ilmu politik lebih ilmiah. Pada bagian lain huntington (1994; 16-18) mengemukakan tentang bentuk partisipasi politik secara lebih detil sebagi berikut:
1.      Kegiatan pemilihan, yang merupakan pemberian suara,sumbangan pada kampanye,bekerja dalam pemilihan umum,mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil proses pemilihan.
2.      Lobbying, yang mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok dalam menghubungi pejabat politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka yang menyangkut orang banyak.
3.      Kegiatan organisasi, menyangkut kegiatan partisipasisebagai anggota suatu organisasi yang juga memiliki tujuan mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
4.      Mencari koneksi (contatacting), yaitu tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah untuk memperoleh manfaat bagi hanya seseoranag atau segelintir orang.
5.      Tindak kekerasan (violance), yaitu suatu upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda.
Dalam kontek partisipasi politik di Indonesia, bahwa tingkat partisipasi politik tinggi terjadi di masa berlakunya demokrasi kontitusional, untuk merealisasikan hak berpartisipasi bagi masyarakat,negara mengembangkat berbagai wadah mulai dari kelompok kepentingan,ormas,partai politik dan lembaga perwakilan politik otonom dan fungsional.Namut pada demokrasi terpimpin partisipasi masyarakat mulai di kontrol dan diarahkan untuk kepentingan penguasa dan kepentingan pemerintah atas nama kepentingan umum. Pada masa itu dilakukan pembatasan partai politik denganjalan memberikan peran yang sama kepada militer, birokrat dan kekuasaan masyarakat sipil mulai pembentukan golongan fungsional. Merngenai perwadahan atau perlembagaan partisipasi politik masyarakat, tidak dapat dipisahkan dari teori perwakilan politik. Perwakilan sendiri diartikan sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakili dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan berkenaan dengan kesepakatan yang di buatnya dengan terwakili.
Orientasi studi terhadap badan legislatif ini berkembang menjadi 3 tahapan, yaitu orientasi kelembagaan (institusional), proses (process), dan tingkah laku (behavior). Pendekatan kelembagaan meninjau parlemen dari struktur dan fungsi utamanya. Sedangkan pendekatan proses melihat obyek studi ini melalui proses pembuatan keputusan sebagai fungsi utamanya. Adapun penelitian berdasarkan tingkah laku memperhatikan sikap dan tingkah laku para anggota parlemen dalam menghasilkan keputusannya.

Dengan mengetahui berbagai aspek tentang partisipasi politik dab perwakilan politik, maka  upaya-upaya untuk meningkatkan vitalitas badan legislatif bersama profesionalisme anggotanya dapat tepat dan mengenai sasaran.

No comments:

Post a Comment